REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perwakilan oposisi dari lima dewan regional Rusia telah mengirimkan permohonan mendesak kepada Presiden Vladimir Putin, untuk mengeluarkan keputusan mengakhiri mobilisasi militer parsial yang diumumkan pada September. Kementerian Pertahanan mengumumkan akhir dari pemanggilan wajib militer terhadap 300.000 pasukan cadangan pada 31 Oktober.
Pada saat itu, Kremlin mengatakan bahwa, tidak diperlukan keputusan resmi untuk membatalkan mobilisasi. Ratusan ribu orang Rusia melarikan diri dari negara itu, ketika Putin mengumumkan wajib militer untuk dikirim ke garda depan dalam operasi militer di Ukraina.
Seorang anggota dewan oposisi di Karelia di Rusia utara, Emilia Slabunova, mengatakan, tidak adanya dekrit pembatalan mobilisasi pasukan cadangan berarti mereka yang sudah direkrut tidak dapat meninggalkan angkatan bersenjata.
Slabunova mengatakan, komandan menolak untuk membebaskan para wajib militer. Sementara pengajuan banding di pengadilan tidak akan menghasilkan apa-apa. Karena pengadilan berpihak pada para komandan, dan mengutip fakta bahwa keputusan mobilisasi pasukan cadangan masih memiliki kekuatan hukum. Pengacara militer mengkonfirmasi kepada Reuters bahwa, ini telah terjadi setidaknya dalam dua kasus pengadilan, yaitu satu kasus di dekat Moskow dan satu lagi di Chita, di Siberia.
“Kami, sebagai anggota dewan, mewakili konstituen dan seruan dari kami ini adalah hasil dari banyak seruan dari warga,” kata Slabunova.
Reuters melihat seruan serupa dari deputi oposisi di wilayah Moskow, St. Petersburg, Pskov, dan Veliky Novgorod. Seruan itu datang dari anggota partai oposisi liberal, Yabloko.
Permohonan anggota dewan mengatakan, tidak adanya keputusan untuk mengakhiri mobilisasi telah menciptakan ketidakpastian hukum. Hal ini memungkinkan warga negara untuk terus direkrut menjadi tentara, dan memungkinkan komandan militer untuk menolak warga negara mereka dibebaskan dari dinas.
“Saya mengetahui kasus di mana kantor pendaftaran militer kami sudah mengeluarkan panggilan pada Januari dan Februari," kata Boris Vishnevsky, seorang anggota dewan dari Majelis Legislatif St Petersburg yang juga menandatangani permohonan kepada presiden Rusia.
Vishnevsky mengatakan, kekosongan hukum karena tidak adanya keputusan untuk mengakhiri mobilisasi pasukan cadangan telah membuka peluang kekacauan hukum. Vishnevsky mengatakan, dia dan rekan-rekannya di wilayah lain tidak takut terhadap pembalasan dari pemerintah Rusia.
“Kami adalah satu-satunya kekuatan politik di negara yang secara terbuka menentang Putin. Kami mencoba melakukan sesuatu, jadi masih ada harapan," kata Vishnevsky.
Ketika ditanya apakah Kremlin mengetahui inisiatif anggota dewan regional, juru bicara Dmitry Peskov, pada Selasa (6/12/2022) enggan membeberkan lebih lanjut mengenai persoalan tersebut. "Kami sudah mengklarifikasi segalanya tentang topik mobilisasi, jadi tidak ada hal baru untuk dikatakan tentang masalah tersebut," ujarnya.