Selasa 06 Dec 2022 21:18 WIB

Sepanjang 2022, OJK Menindak 618 Pinjol Ilegal

OJK lewat SWI semakin optimistis sektor jasa keuangan siap menghadapi ketidakpastian

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan dilakukannya kolaborasi yang dilakukan SWI dengan berbagai pihak. Maka OJK melalui SWI semakin optimistis sektor jasa keuangan siap dalam menghadapi ketidakpastian pada masa mendatang. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan dilakukannya kolaborasi yang dilakukan SWI dengan berbagai pihak. Maka OJK melalui SWI semakin optimistis sektor jasa keuangan siap dalam menghadapi ketidakpastian pada masa mendatang. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan sebanyak 618 pinjaman online ilegal per November 2022. Dalam hal ini OJK berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, kementerian/lembaga lain, dan asosiasi termasuk aparat penegak hukum dalam wadah Satgas Waspada Investasi (SWI)

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan dilakukannya kolaborasi yang dilakukan SWI dengan berbagai pihak. Maka OJK melalui SWI semakin optimistis sektor jasa keuangan siap dalam menghadapi ketidakpastian pada masa mendatang.

Baca Juga

"Pada November 2022 telah dilakukan penindakan 41 pinjaman online ilegal, sehingga sepanjang 2022 sudah dilakukan penindakan sebanyak 618 pinjol yang ilegal," ujarnya saat konferensi pers virtual, Selasa (6/12/2022).

Sementara itu Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono menambahkan per November 2022 saja, OJK telah melakukan penindakan terhadap 41 pinjaman online ilegal, lima entitas investasi ilegal, dan 77 entitas gadai ilegal. “Artinya, sepanjang 2022, telah dilakukan penindakan terhadap 618 pinjaman online ilegal, 97 entitas investasi ilegal, dan 82 entitas gadai ilegal,” ucapnya.

Menurutnya OJK juga melakukan penataan industri keuangan berbasis teknologi informasi (fintech peer-to-peer lending) alias pinjaman online. Dalam hal ini, OJK tengah mengkaji pengaturan batas maksimal suku bunga yang dibebankan kepada nasabah fintech P2P lending dengan mengutamakan aspek fairness dan mempertimbangkan aspek kewajaran sebagaimana berlaku di sektor lain yang memiliki kesamaan proses bisnis.

“OJK telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk meninjau lebih lanjut kebijakan moratorium perizinan bagi pelaku usaha fintech peer-to-peer lending,” ucapnya.

Selain itu, otoritas juga sedang menyiapkan sistem informasi untuk mendukung proses perizinan, termasuk perizinan penyelenggara platform fintech peer-to-peer lending. Adapun langkah ini dilakukan sebagai bagian dari komitmen untuk menciptakan proses perizinan yang lebih transparan dan sekaligus memberikan kemudahan bagi para pihak yang mengajukan izin usaha.

"OJK proaktif dan memperkuat kolaborasi dengan stakeholder dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya mengantisipasi risiko eksternal serta turut menopang perkembangan ekonomi ke depan," ujarnya.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari, menambahkan sebanyak 6.756 merupakan pengaduan sektor perbankan, 6.588 merupakan pengaduan sektor industri keuangan non bank, dan sisanya merupakan layanan sektor pasar modal.

"Jenis pengaduan yang paling banyak adalah permasalahan restrukturisasi kredit/pembiayaan, keberatan atas perilaku petugas penagihan dan permasalahan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK)," ucapnya.

OJK telah menindaklanjuti pengaduan tersebut dan tercatat 11.954 dari pengaduan tersebut telah terselesaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement