Rabu 07 Dec 2022 01:27 WIB

Masyarakat yang tak Puas Pengesahan RKUHP Disarankan Gugat ke MK

Wakil Ketua DPR mengatakan sosialisasi RKUHP sudah berjalan cukup panjang.

Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah), Lodewijk Freidrich Paulus (kiri) dan Rachmat Gobel (kanan) bersiap memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Rapat Paripurna DPR tersebut mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang. Republika/Prayogi
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah), Lodewijk Freidrich Paulus (kiri) dan Rachmat Gobel (kanan) bersiap memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Rapat Paripurna DPR tersebut mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang. Republika/Prayogi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR dan pemerintah resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang. Masyarakat yang keberatan disarankan menempuh jalur hukum.

Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan, sebelum disahkan menjadi Undang-Undang, sosialisasi RKUHP sudah berjalan cukup panjang. Tetapi untuk membuat keputusan yang memuaskan banyak orang dengan berbagai macam kepentingan tentu sulit. 

Baca Juga

"Biarlah ini berjalan. Akan ada sosialisasi lanjutan dan ada proses hukum. Kalau mereka merasa keberatan dan dirugikan dengan diberkakukan Undang-Undang ini, ada proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Lodewijk usai rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (6/12/2022). 

Menurut Lodewijk, DPR akan mengikuti apapun keputusan MK. Beberapa undang-undang yang DPR dan pemerintah sepakati harus direvisi, kalau itu memang perintah MK. Lodewijk berharap, masyarakat bisa memanfaatkan jalur hukum.

"Tapi itu (unjuk rasa) hak teman-teman untuk menyampaikan pendapat. DPR menghargai masyarakat dalam menyampaikan aspirasi. Selama tidak melanggar aturan, kan tidak ada masalah," ujar dia.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pun memahami ada masyarakat yang tidak setuju pengesahan RUU KUHP jadi UU. "Kalau pada akhirnya nanti masih ada yang tidak setuju, gugat saja di Mahkamah Konstitusi," ujar Yasonna usai rapat paripurna.

Yasonna mengatakan, pengesahan ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. Setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Belanda, saat ini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri.

"Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak 1963," kata Yasonna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement