REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan, berdasarkan informasi yang diterimanya, pelaku serangan bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12) pagi ini, diduga kuat merupakan jaringan terorisme lama yang menolak demokrasi dan hukum modern seperti KUHP.
Jaleswari pun menyesalkan peristiwa ini. Dia mengatakan, pengesahan KUHP sudah melalui mekanisme DPR yang demokratis dan disetujui rakyat.
"KUHP sudah melalui mekanisme DPR yang demokratis dan disetujui rakyat. Ketidaksetujuan akan UU ini harusnya dilakukan melalui mekanisme yang demokratis yang telah disediakan," ujar Jaleswari dalam keterangannya yang diterima.
Dia mengatakan, polri segera mengusut tuntas jejaring pelaku serangan bom bunuh diri tersebut. Saat ini Densus 88 Polri dan unsur intelijen negara lainnya tengah melakukan pendalaman cepat untuk mengungkap peristiwa dan melakukan langkah-langkah penegakan hukum.
"Aparat sedang melakukan pendalaman peristiwa dan akan melakukan proses penegakan hukum," kata Jaleswari.
Pemerintah, lanjut dia, memantau jejaring kelompok dan organisasi radikal, termasuk individu-individu yang berafiliasi dan berbaiat dengan organisasi teroris. Sehingga, mereka yang terlibat dalam serangan bom bunuh diri tidak akan lolos dari proses hukum.
Selain itu, Jaleswari menyampaikan, pemerintah juga akan menanggung biaya perawatan korban polisi dan segera memperbaiki kantor polisi yang rusak.
“Pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak panik dan tetap beraktivitas normal,“ kata Jaleswari.
Serangan bom bunuh diri ini mengakibatkan pelaku meninggal dunia dan 3 orang lainnya mengalami luka-luka. Pelaku menerobos masuk ke tengah apel pagi polsek untuk melakukan serangan bunuh diri.