REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani mengecam keras aksi terorisme yang terjadi di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat pada Rabu (7/12) pagi tadi. Serangan bom bunuh diri tersebut menyebabkan pelaku meninggal dunia dan 8 orang lainnya mengalami luka-luka. Pelaku menerobos masuk ke tengah apel pagi Polsek untuk melakukan aksi serangan bunuh diri.
“Pemerintah mengecam keras tindakan terorisme apapun motifnya karena bertentangan dengan nilai kemanusiaan," kata Jaleswari dikutip dari siaran pers yang diterima.
Jaleswari mengatakan, peristiwa tersebut menunjukan masih ada sejumlah pihak yang melakukan aksi teror menggunakan bom. Aksi tersebut, kata dia, tidak bisa ditoleransi.
"Peristiwa ini menunjukkan masih ada orang-orang yang melakukan aksi-aksi teror dengan cara menggunakan bom yang bisa menimbulkan korban jiwa besar. Tindakan ini jelas tidak bisa ditolerir, apapun alasannya," ujarnya.
Dia mengatakan, pemerintah memantau jejaring kelompok dan organisasi radikal, termasuk individu-individu yang berafiliasi dan berbaiat dengan organisasi teroris. Sehingga bagi mereka yang terlibat dalam serangan bom bunuh diri tidak akan lolos dari proses hukum.
“Aparat sedang melakukan pendalaman peristiwa dan akan melakukan proses penegakan hukum," kata dia.
Jaleswari menyampaikan, Polri segera mengusut tuntas jejaring pelaku dan pemerintah akan menanggung biaya korban polisi dan segera memperbaiki kantor polisi yang rusak.
“Pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak panik dan tetap beraktivitas normal,“ kata Jaleswari.
Saat ini Densus 88 Polri dan unsur intelijen negara lainnya tengah melakukan pendalaman cepat untuk mengungkap peristiwa dan melakukan langkah-langkah penegakan hukum. Pelaku diduga kuat adalah jaringan terorisme lama yang menolak demokrasi dan hukum modern seperti KUHP.
Menurut Jaleswari, KUHP sudah melalui mekanisme DPR yang demokratis dan disetujui rakyat. Ketidaksetujuan akan UU ini harusnya dilakukan melalui mekanisme yang demokratis yang telah disediakan.