REPUBLIKA.CO.ID,, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron menerima suap hingga Rp 5,3 miliar dalam lelang jabatan hingga pengadaan proyek di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. Uang itu diduga dia gunakan untuk membeli keperluan pribadi, termasuk membayar survei elektabilitas dirinya.
"Penggunaan uang-uang yang diterima RALAI tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2022).
Meski demikian, Firli tidak merinci berapa jumlah uang yang digunakan Abdul untuk survei tersebut. Dia hanya menyebut, seluruh uang suap itu diterima oleh orang kepercayaan Abdul.
Abdul Latif merupakan Bupati Bangkalan Periode 2018-2023. Dia memiliki wewenang untuk memilih dan menentukan langsung kelulusan dari para ASN di Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan. Dalam kurun waktu 2019-2022, Abdul memerintahkan pembukaan formasi seleksi jabatan untuk eselon 3 dan 4.
Sebanyak lima ASN mengajukan diri dan sepakat untuk memberikan sejumlah uang
sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh Abdul. Kelimanya adalah Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili; Kadis PUPR Wildan Yulianto; Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat; Kadis Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim; serta Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Agus Eka Leandy.
Selain itu, KPK menduga Abdul ikut campur dalam pengaturan proyek seluruh dinas di Pemkab Bangkalan. Dia diduga mematok fee sebesar 10 persen dari nilai anggaran proyek.
"Jumlah uang yang diduga telah diterima tersangka RALAI (Abdul Latif) melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp 5,3 miliar," ungkap Firli.
"Tersangka RALAI (Abdul Latif) juga diduga menerima pemberian lainnya diantaranya dalam bentuk gratifikasi dan hal ini akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik," jelasnya.
Atas perbuatannya, Abdul sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan lima orang lainnya, yakni Agus, Wildan, Achmad, Hosin dan Salman sebagai tersangka pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.