REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam bertakwa kepada Allah SWT, terkadang Muslim bingung bagaimana harus menyikapinya. Apakah harus mencintai atau justru malah takut kepada Allah SWT?
Istilah takut saat digunakan untuk merujuk kesadaran Tuhan dalam konteks Islam, itu tidak berarti takut kepada Tuhan karena mengesampingkan perasaan cinta atau rasa hormat.
Namun, takut kepada Allah SWT berarti takut akan kemaksiatan dan siksaan-Nya pada Hari Kiamat, takut melupakan-Nya, dan kehilangan nikmat-Nya.
Jadi, takut akan Tuhan tidak didasarkan pada konsep kebencian atau penuh dendam. Itu sebenarnya didasarkan pada cinta yang mengarah pada perasaan takut akan ketidaksenangan Tuhan.
Kesadaran Tuhan
Kesadaran Tuhan adalah inti dari takwa. Sebab, kesadaran Tuhan adalah mengakui, merasakan, dan menyadari kehadiran Tuhan setiap saat.
Selain itu, ini juga merujuk pada mengetahui bahwa Dia menjaga dan mengetahui apa yang Anda lakukan.
Perasaan inilah yang menyebabkan kita sebagai manusia berusaha menjalani hidup sesuai dengan perintah Tuhan dan malu berbuat salah di hadapan-Nya.
Jadi, orang yang bertakwa adalah orang yang berusaha menghindari hal-hal yang tidak disukai Allah dan merugikan terhadap dirinya serta orang lain.
Takwa dan cinta Ilahi
Dilansir About Islam, Rabu (7/12/2022), selama berabad-abad, para filsuf dan penulis telah mencoba mengeksplorasi cinta ilahi.
Namun, mereka menemukan ada beberapa perasaan yang tidak dapat diterjemahkan dengan kata-kata, terutama ketika seseorang bergerak ke tingkat cinta ilahi yang lebih tinggi.
Sementara cinta Ilahi dalam Islam bukanlah jenis cinta yang dangkal, tetapi dianggap sebagai perasaan saling tulus antara Tuhan dan manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 54:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ ۗذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut pada celaan orang yang mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Mahamengetahui.”
Sementara di surat lain, Allah SWT menghubungkan cinta ilahi dengan takwa. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 76:
بَلٰى مَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ وَاتَّقٰى فَاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ “Bukan begitu! Siapa yang menepati janji dan bertakwa, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.”
Hal ini menunjukkan bahwa cinta Ilahi tidak hanya diwujudkan dalam ibadah murni, seperti shalat, tetapi juga tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, mengikuti jalan Tuhan adalah ujian nyata untuk keaslian cinta ilahi.
Hal ini juga diungkapkan dengan indahnya dalam Alquran ketika berbicara kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”
Cinta kepada Tuhan juga menjadi dasar cinta kepada makhluk lain di alam semesta. Sebab, cinta yang dalam dan mendalam kepada manusia dan makhluk lain tidak akan dirasakan oleh seseorang yang tidak benar-benar mencintai Tuhan.
Sumber: aboutislam