REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kongres Amerika Serikat (AS) akan menyepakati tambahan dana militer ke Taiwan. Pada Rabu (7/12/2022) waktu setempat diperkirakan Kongres akan memulai pemungutan suara mengenai RUU kebijakan militer termasuk otorisasi hingga 10 miliar dolar AS dalam bantuan keamanan dan pengadaan senjata jalur cepat untuk Taiwan.
Pengesahan Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional tahunan atau NDAA, tidak memasukkan beberapa ketentuan kontroversial dari legislator Taiwan. Itu termasuk sanksi jika terjadi peningkatan agresi yang signifikan terhadap Taiwan oleh China atau proposal yang Taiwan diperlakukan sebagai sekutu utama non-NATO.
Komite Angkatan Bersenjata DPR AS dan Senat AS meluncurkan NDAA pada Selasa malam. RUU kebijakan militer senilai 858 miliar dolar AS diperkirakan akan disahkan Kongres dan ditandatangani menjadi undang-undang bulan ini.
Taiwan Enhanced Resilience Act yang termasuk dalam NDAA mengesahkan alokasi bantuan hibah militer untuk Taiwan hingga 2 miliar dolar AS per tahun dari 2023 hingga 2027. Hal ini diperoleh jika menteri luar negeri AS menyatakan bahwa Taiwan meningkatkan pengeluaran pertahanannya.
Ini juga mencakup otoritas jaminan pinjaman pembiayaan militer asing baru dan langkah-langkah lain untuk mempercepat pengadaan senjata Taiwan, serta pembuatan program pelatihan baru untuk meningkatkan pertahanan Taiwan.
"Demokrasi Taiwan tetap menjadi detak jantung bagi strategi Indo-Pasifik kami, dan kedalaman serta kekuatan komitmen kami kepada rakyat Taiwan lebih kuat dari sebelumnya,” kata Senator Demokrat Bob Menendez, ketua komite hubungan luar negeri dan sponsor Taiwan legislasi.
Diloloskan setiap tahun sejak 1961, NDAA membahas segalanya mulai dari kenaikan gaji tentara dan berapa banyak pesawat yang dapat dibeli hingga strategi untuk mengatasi ancaman geopolitik. Versi kompromi NDAA mengikuti negosiasi berbulan-bulan antara Partai Republik dan Demokrat di Senat dan DPR.
China menganggap Taiwan sebagai wilayahnya dan akan melakukan penggunaan kekuatan untuk mengendalikannya. Beijing marah ketika Komite Hubungan Luar Negeri Senat menyetujui undang-undang Taiwan yang lebih luas pada September meskipun ada kekhawatiran dalam pemerintahan Presiden Joe Biden bahwa undang-undang tersebut dapat bertindak terlalu jauh dalam meningkatkan ketegangan dengan China.