REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Rizky Suryarandika, Flori Sidebang
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan melawan putusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan yang pada Kamis (8/12/2022) memutuskan bebas terdakwa pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Inf (Purnawirawan) Isak Sattu. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah akan memerintahkan tim jaksa pelanggaran HAM berat segera melakukan kajian putusan majelis hakim tingkat pertama itu untuk memastikan pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
“Terkait dengan perkara HAM Paniai, terdakwa dinyatakan bebas hari ini. Maka jaksanya, saya minta untuk melakukan kasasi,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Menurut Febrie, laporan yang ia terima dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Makassar, putusan majelis hakim tidak bulat dalam menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Isak Sattu itu. “Ada dua hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion),” kata Febri.
Itu artinya, menurut Febrie, ada dua dari lima hakim anggota majelis yang yakin, dan sepaham dengan dakwaan jaksa terhadap terdakwa Isak Sattu. “Dan itu akan kita evaluasi, dan harus kita kaji untuk kasasi nantinya,” terang Febrie.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana pun menambahkan dalam setiap putusan bebas dari pengadilan, jaksa penuntut memastikan untuk melakukan upaya hukum. Apalagi dikatakan Ketut seperti kasus pelanggaran HAM berat seperti Paniai ini.
“Kalau dia (terdakwa) bebas, pasti Kejaksaan Agung akan melakukan upaya hukum,” terang Ketut.
Namun kata Ketut menerangkan, seperti perkara-perkara lain umumnya, perlu jeda bagi tim JPU pascaputusan, untuk melakukan evaluasi dan kajian atas putusan majelis hakim.
“Jadi kita tunggu dari tim JPU, untuk mempelejari vonis lengkapnya seperti apa. Tetapi kalau itu bebas, pasti ada upaya hukum,” ujar Ketut.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai vonis bebas dalam perkara HAM berat Paniai sebagai bentuk kegagalan. LBH Jakarta pun mendesak Kejagung mengajukan banding.
"Jika hanya satu terdakwa saja dan sampai saat ini hanya satu yang divonis, sebenarnya peradilan kasus pelanggaran berat HAM Paniai itu sepertinya sejak awal dimaksudkan untuk gagal (intended to fail)," kata pengacara publik LBH Jakarta, Teo Reffelsen saat dihubungi Republika, Kamis.
Teo menjelaskan, diadilinya satu terdakwa itu menjadi bukti bahwa Kejagung gagal untuk mengungkap struktur komando, struktur pertanggungjawaban dan alur komunikasi dalam peristiwa tersebut. Sehingga menurut dia, aparat penegak hukum dianggap tidak serius mengusut kasus tersebut.
"Kalau tidak serius itu sejak awal (terjadi), lihat saja Kejaksaan Agung gagal mengungkap struktur komando dan pertanggungjawaban," jelas dia.
Meski Isak Sattu telah divonis bebas, Teo menyebut, Kejagung masih memiliki kesempatan untuk mengajukan banding terkaitu putusan tersebut. Selain itu, sambung dia, aparat penegak hukum juga perlu mencari tersangka lainnya dalam kasus ini untuk segera diadili.
"Kejaksaan Agung mewakili korban punya hak untuk mengajukan banding jika dirasa hukumannya tidak setimpal, ujar Teo.
"Di luar itu, Kejaksaan Agung juga harus mencari tersangka lain dalam peristiwa tersebut untuk dihadapkan ke Pengadilan HAM," imbuhnya.