REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu divonis bebas dalam sidang kasus pelanggaran HAM berat Paniai Berdarah di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12). Ia langsung meluapkan perasaannya kepada para pengunjung sidang.
Isak mengatakan, ia bersyukur dengan putusan bebas yang diketok oleh Majelis Hakim. Ia merasa vonis itu bisa diperolehnya berkat pertolongan Tuhan.
"Saya mau bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya Tuhan satu-satunya penolong bagi saya," kata Isak kepada pengunjung sidang.
Sesaat sebelum melontarkan kata-kata itu, Isak sempat sekilas menyeka air matanya. Kalimat tersebut pun dilontarkan Isak dengan nada bergetar.
Isak menegaskan merupakan warga negara yang baik sehingga taat pada aturan hukum yang berlaku. Ia menyatakan tak pernah mangkir dalam sidang. Padahal, Isak tak ditahan dalam kasus ini.
"Saya patuh hukum,saya jadi warga negara yang baik, saya tetap ikuti (sidang) dari awal sampai akhir," ujar pria berusia 68 tahun tersebut.
Isak juga menyampaikan rasa terimakasih kepada tim kuasa hukumnya. Ia berharap tak ada lagi tuntutan yang salah alamat, seperti kepadanya.
"Saya sangat berterimakasih kepada penasihat hukum saya dan hakim yang sudah diberkati Tuhan sehingga saya bisa dibebaskan dari tuduhan dan tuntutan dalam kasus ini. Kiranya tidakk terjadi lagi (jaksa) menuntut yang tidak sepantasnya," ucap pria yang kini tinggal di Nabire itu.
Sebelumnya, Isak Sattu bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis. Isak merupakan terdakwa tunggal dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai pada 2014.
Majelis hakim meyakini Isak tak terbukti melakukan pelanggaran HAM dalam kasus Paniai. Dengan demikian, Isak Sattu bisa terus menghirup udara bebas.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Hakim Ketua Sutisna Sawati dalam persidangan tersebut.
Awalnya, Isak Sattu dituntut penjara sepuluh tahun dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai Berdarah. Namun Isak divonis bebas karena dakwaan pertama Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) tak terbukti.
Kemudian dakwaan kedua Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM juga tak terbukti.
Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014.
Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei.