REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Muhammad Syauqillah mengutuk keras aksi bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/12/2012). Menurut dia, gerakan radikal-terorisme merupakan pemahaman dan tindakan yang terlarang dalam agama.
Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme, kata dia, maka aksi bom bunuh diri di Astanaanyar Bandung tersebut tidak dibenarkan dalam ajaran agama Islam.
"Mengutuk keras aksi teror yang dilakukan teroris dengan motif dan tujuan apapun, baik dilakukan individu maupun kelompok," ujar Syauqillah dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (9/12/2022).
BPET MUI mendukung segala upaya penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan radikal-terorisme demi menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat Indonesia. Dia juga meminta pemerintah mencermati regulasi berkenaan dengan deradikalisasi, yang menempatkan program deradikalisasi sebagai program yang tidak wajib bagi narapidana.
"Program deradikalisasi perlu diubah menjadi wajib dan harus terintegrasi dan berkelanjutan (integrative sustainable deradicalization)," ucap Syauqillah.
Selain itu, BPET MUI juga meminta kepada pemerintah, pihak keamanan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan hak-hak korban dari aksi bom bunuh diri atau keluarga yang mendapat dampak untuk diperhatikan segala sesuatunya. Syauqillah menambahkan, BPET MUI juga mengajak seluruh elemen masyarakat secara bersama-sama untuk terus membina dan mendidik masyarakat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan menghindari segala bentuk tindak pidana terorisme.
"Mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia menahan diri agar tidak menyebarkan video terkait aksi bom bunuh diri dan mempercayakan kepada pihak keamanan. Demikian sikap ini dibuat oleh BPET dengan penuh kesadaran dan harapan kepada pemerintah dan pihak keamanan," kata Syauqillah.