REPUBLIKA.CO.ID, Semenjak awal Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad SAW pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang, gulat, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Goliath juga dikisahkan dengan apik dalam Alquran. Bahkan, ada satu surat di Alquran yang berkisah tentang `heroisme' kuda-kuda yang berlari kencang dalam kecamuk peperangan.
''Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah kumpulan musuh.'' (Alquran, surat Al 'Adiyat 1-4). Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai 'jihad' dan pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara 380 h - 338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma'mun.
Bahkan, pada periode kekuasaan Khalifah Al -Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.
Pada zaman Salahudin, ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh Al Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku ini membahas mengenai keberhasilan Salahudin di dalam memenangkan perang melawan bala tentara salib dan menaklukan Yerusalem. Buku ini ditulis dengan bahasa Arab, meski sang penulisnya orang Armenia. Manual yang ditulisnya selain berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai 'mesin-mesin perang' saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi dengan keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis oleh Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini membahas secara detil mengenai soal taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli militer di Barat menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap tentang pasukan muslim di medan tempur dan dalam pengepungan.
Pada lingkungan militer Kekhalifahan Mamluk menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya keahlian menunggang kuda atau fuusiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana cara seorang calon satria melatih diri dan kuda untuk berperang, cara menggunakan senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al Aqsara'i (wafat74 H/1348 M) yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An End to Questioning and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of Horsemenship. Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda, pasukan, dan senjata, namun sudah membahas mengenai doktrin dan pembahasan pembagaian rampasan perang.
Al Aqsara'i menulis dalam buku itu menyatakan bahwa ia memaparkan sejumlah pengetahuan menyangkut seni militer yang berasal dari zamannya sendiri, misalnya bagaimana menggambarkan sebuah model yang berkualitas dari sosok prajurit kaveleri yang ulung. Sebagai pelengkapnya, Aqsara'i di dalam buku ini juga menambahkan karya Tacticus Aelian, sebagai karya yang ditulis di Yunani saat kaisar Romawi Hadrian berkuasa, sekitar tahun 106 M.
Sedangkan karya ilmu militer yang dibuat praktis sebagai panduan untuk para pemimpin negara ketika hendak membuat kebijakan mengenai perang, di antaranya adalah karya Nizham Al Mulk (wafat 485 M / 1099 M). Dia menulis karya ini sebagai persembahan bagi Sultan Saljuk: Malikiyah. Di dalamnya terdapat bab-bab mengenai soal mata-mata, kurir, komposisi etnik dalam pasukan, sandera, persiapan senjata, dan peralatan untuk berperang. Buku lain yang tak kalah penting adalah Wisdom of Royal Glory (Kebijakan dari Kemegahan yang Agung), karya Yusuf Khashsh Hajib. Buku ini ditulis pada 1069 M di Kashgar, Asia Tengah, di bawah Dinasti Karakhany.
Karya ini adalah monumen literature Islam tertua yang masih ada dalam bahasa Turki serta termasuk dalam genre litelatur istana karena mengajarkan cara memerintah kepada penguasa. Isi buku ini cukup lengkap membahas persoalan militer. Bukan hanya membahas soal pelatihan dan sejata saja, namun litelatur ini menyediakan pembahasan mengani penyediaan sumber daya manusia bagi pembentukan bala tentara yang tangguh.