Sabtu 10 Dec 2022 07:51 WIB

Sekjen Kemenag Ungkap Empat Indikator Masyarakat Moderat

Indikator masyarakat moderat yang ketiga adalah antikekerasan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Fakhruddin
Sekjen Kemenag Ungkap Empat Indikator Masyarakat Moderat (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Sekjen Kemenag Ungkap Empat Indikator Masyarakat Moderat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Sekjen Kementerian Agama (Kemenag), Nizar Ali mengatakan, moderasi beragama merupakan sebuah gerakan yang masif untuk membuat masyarakat memiliki cara pandang yang moderat. Setidaknya, menurut dia, ada empat indikator yang harus dimiliki untuk dikatakan sebagai masyarakat moderat. 

"Ini sebuah gerakan yang masif Kementerian Agama untuk mencerdaskan, sehingga nanti cara pandang dan sikap masyarakat bisa moderat dan indikasinya, indikatornya saya rasa empat," ujar Nizar saat sambutan secara virtual dalam acara Media Gathering Berperspektif Moderasi Beragama yang digelar di Bogor, Jumat (9/12/2022).

Baca Juga

Pertama, menurut dia, memiliki komitmen kebangsaan. Karena itu, menurut dia, jika ada masyarakat yang cinta tanah airnya minim, maka masuk dalam kategori tidak moderat atau radikal.

"Kalau ada orang ingin mengganti ideologi negara dengan ideologi lain, khilafah misalnya, ini komitmen kebangsaannya perlu dipertanyakan karena komitmen kebangsaannya kurang," ucap Nizar.

Indikator yang kedua, memiliki toleransi. Karena itu, menurut dia, jika ada orang yang tidak toleran atau intoleran, maka masuk dalam kategori ekstremis. Padahal, kata Nizar, para ulama telah mengajarkan tentang toleransi. Seperti Imam Syafi'i, menurut dia, pernah menyatakan bahwa pendapatnya bisa mengandung kebenaran dan mungkin mengandung kesalahan. 

"Ini lah pengakuan atas keterbatasan manusia dalam konteks nalar. Tapi beliau (Imam Syafi'i) sangat toleran terhadap pendapat lain. Pendapat orang lain itu salah, tapi juga ada benarnya. Ini pesan moral untuk menggelorakan toleransi," kata Nizar.

Kemudian, indikator masyarakat moderat yang ketiga adalah antikekerasan. Jadi, kalau ada masyarakat yang menggunakan cara-cara kekerasan, maka itu termasuk dalam kelompok radikal dan tidak toleran. 

"Keempat, adaptif terhadap tradisi lokal. Ada orang-orang yang tidak ramah terhadap tradisi lokal, maka dia masuk ke dalam konteks radikal," jelas Nizar. 

Untuk menggelorakan toleransi itu sendiri, tambah dia, Kemenag telah mencanangkan Tahun 2022 ini sebagai Tahun Toleransi. Salah satu tujuannya adalah untuk menyongsong tahun politik tahun depan. 

"Tujuannya untuk menyongsong tahun politik yang akan dimulai pada tahun 2023 meski Pemilu-nya tahun 2024. Ini peran media sangat penting untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Nizar. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement