Oleh : Christianingsih, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Kita bagaikan tinggal di atas singa tidur yang bisa bangun sewaktu-waktu. Indonesia terletak di cincin api Pasifik atau Ring of Fire. Posisi ini menjadikan negara kita memiliki banyak sesar aktif yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sesar ini dapat bergerak tanpa bisa diprediksi sehingga terjadilah gempa bumi.
Sampai saat ini diketahui ada 295 sesar aktif yang ada di seluruh Indonesia. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan telah terjadi 45 kali gempa bumi mematikan akibat sesar aktif di Indonesia yang tercatat oleh BMKG. Rentetan gempa itu tercatat mulai tahun 1674 hingga peristiwa terbaru pada 21 November 2022 yang mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan magnitudo 5,6.
Sebagian sumber gempa sesar aktif ini terletak di daratan dekat permukiman. Gempa bumi akibat sesar aktif itu juga terjadi menyebar mulai dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Papua dengan jumlah korban jiwa yang bervariasi.
Namun kondisi tersebut tak serta merta membuat masyarakat Indonesia siaga terhadap gempa. Nyatanya sampai sekarang masih banyak kalangan yang belum paham bagaimana menyelamatkan diri saat gempa.
Tawa Ketua Komisi V DPR Robert Rouw pecah saat Kepala BMKG Dwikorita Karnawati bersembunyi di bawah meja kala gempa di Cianjur terasa sampai Jakarta pada Senin (21/11/2022). Robert bahkan membuat guyonan perihal penyelamatan diri tersebut.
Pejabat yang jelas berpendidikan bahkan bermitra kerja dengan BMKG dan Basarnas saja masih dapat berlaku demikian di saat bahaya muncul. Lalu apa kabar dengan masyarakat awam?
Andai mudah diwujudkan, maka setiap rumah dan bangunan di Indonesia idealnya dibangun tahan gempa. Masyarakat berharap pemerintah lebih serius mendorong terciptanya konstruksi tahan gempa. Namun kita menyadari untuk sekarang mimpi itu masih terlalu muluk-muluk.
Alternatifnya, mari kita sederhanakan mitigasi bencana mulai dari diri sendiri. Sebagai negara rawan gempa, warga Indonesia sudah saatnya menciptakan ruang aman di tempat tinggal masing-masing. Ruang aman ini berfungsi sebagai tempat berlindung di saat gempa.
Peneliti pusat Geoteknologi BRIN Eko Yulianto menjelaskan ruang aman ini dapat berupa satu ruang tidur atau kamar mandi yang diperkuat konstruksinya sehingga tidak roboh saat gempa. Selain itu, bisa juga berupa perabot seperti meja dan tempat tidur yang diperkuat kaki-kakinya sehingga dapat dipakai untuk berlindung ketika terjadi gempa.
Terakhir, langkah yang penting dilakukan adalah memperbanyak sosialisasi dan simulasi penyelamatan diri menghadapi bencana alam. Memperbanyak latihan menghadapi bencana alam termasuk gempa bumi diharapkan dapat mengurangi jumlah korban akibat bencana alam.
Pemerintah punya pekerjaan rumah menciptakan masyarakat siaga bencana. Beleid Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2019 mengamanatkan untuk melakukan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) patut diapresiasi. Tiga pilar utama SPAB yaitu Fasilitas Sekolah Aman, Manajemen Bencana di Sekolah, dan Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana.
Namun itu saja tak cukup. Simulasi bencana alam hendaknya dilakukan secara rutin dan menyasar seluruh lapisan masyarakat. Anak-anak sekolah, PNS, ibu rumah tangga, karyawan pabrik, apa pun peran individu di masyarakat sudah seharusnya diberi simulasi rutin menghadapi bencana alam. Tujuannya agar masyarakat tak gagap menghadapi bencana yang bisa datang kapan pun. Sayangnya inilah yang absen dilakukan pemerintah.