Ahad 11 Dec 2022 12:33 WIB

Dukung Demonstran, Keponakan Pemimpin Tertinggi Iran Dipenjara

Farideh Moradkhani menyerukan dukungan terhadap gelombang demonstrasi Iran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Dalam gambar yang dirilis oleh situs resmi kantor pemimpin tertinggi Iran ini, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei berbicara selama pertemuan dengan sekelompok pasukan paramiliter Basij di Teheran, Iran, 26 November 2022. Keponakan pemimpin tertinggi Iran menyerukan orang-orang untuk menekan pemerintah mereka untuk memutuskan hubungan dengan Teheran. Farideh Moradkhani, yang pamannya adalah Ali Khamenei, mengeluarkan seruan itu dalam pernyataan video yang diedarkan setelah penangkapannya pada 23 November, dilaporkan oleh pemantau HAM HRANA yang berbasis di AS.
Foto: Office of the Iranian Supreme Leader via AP
Dalam gambar yang dirilis oleh situs resmi kantor pemimpin tertinggi Iran ini, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei berbicara selama pertemuan dengan sekelompok pasukan paramiliter Basij di Teheran, Iran, 26 November 2022. Keponakan pemimpin tertinggi Iran menyerukan orang-orang untuk menekan pemerintah mereka untuk memutuskan hubungan dengan Teheran. Farideh Moradkhani, yang pamannya adalah Ali Khamenei, mengeluarkan seruan itu dalam pernyataan video yang diedarkan setelah penangkapannya pada 23 November, dilaporkan oleh pemantau HAM HRANA yang berbasis di AS.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Keponakan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Farideh Moradkhani, telah dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh pengadilan Iran. Vonis itu merupakan buntut atas tindakan Moradkhani yang secara terbuka menyuarakan dukungan terhadap gelombang demonstrasi di negara tersebut.

Pengacara Moradkhani, Mohammad Hossein Aghasi, lewat akun Twitter-nya pada Jumat (9/12/2022) mengungkapkan, awalnya kliennya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. “Setelah banding, hukuman penjara Moradkhani dikurangi menjadi tiga tahun,” kata Aghasi, dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Aghasi mengatakan, Moradkhani diadili oleh Iran’s Special Clerical Court atau Pengadilan Ulama Khusus Iran, yakni pengadilan independen dari peradilan negara. Pengadilan tersebut bertugas melakukan penuntutan terhadap ulama yang dianggap melakukan pelanggaran hukum. Pengadilan itu hanya menjawab kepada pemimpin tertinggi Iran.

Menurut Aghasi, Pengadilan Ulama Khusus Iran tidak memiliki yurisdiksi terhadap kasus kliennya. Sebab Moradkhani bukan seorang ulama. Aghasi tak mengungkapkan, dakwaan apa yang dilayangkan kepada Moradkhani. Hingga berita ini ditulis, belum ada komentar dari otoritas Iran atau media pemerintah tentang hukuman yang dijatuhkan kepada Moradkhani.

Moradkhani ditangkap bulan lalu. Hal itu terjadi setelah dia secara terbuka mendukung gelombang unjuk rasa yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.

Awal pekan ini, ibu Moradkhani, Badri Hosseini Khamenei, yang juga merupakan saudara perempuan Ayatollah Ali Khamenei, turut angkat bicara tentang krisis di Iran. Badri Hosseini meminta militer Iran bergabung dengan para pengunjuk rasa sebelum terlambat.

“Garda Revolusi (Iran) dan tentara bayaran Ali Khamenei harus meletakkan senjata mereka sesegera mungkin dan bergabung dengan rakyat sebelum terlambat,” kata Badri dalam surat yang diedarkan putranya di Prancis.

“Sebagai tugas kemanusiaan saya, berkali-kali saya membawa suara rakyat ke telinga saudara laki-laki saya Ali Khamenei beberapa dekade yang lalu. Namun, setelah saya melihat bahwa dia tidak mendengarkan dan melanjutkan cara (mantan Pemimpin Tertinggi Iran Ruhollah) Khomeini dalam menekan dan membunuh orang yang tidak bersalah, saya memutuskan hubungan saya dengannya,” tulis Badri dalam suratnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement