REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Celine Dion mengumumkan bahwa dia terpaksa membatalkan turnya di Eropa setelah didiagnosis mengidap Stiff Person Syndrome (SPS), suatu kondisi yang menyebabkan kekakuan otot yang melemahkan. Tanpa perawatan intensif, SPS juga bisa berkembang menjadi kesulitan berjalan yang signifikan dan memengaruhi kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas rutin.
Sindrom neurologis langka yang memengaruhi satu dari satu juta orang tersebut memiliki ciri khas penyakit autoimun, tetapi gejalanya bervariasi setiap orang. Meskipun ada beberapa gejala umum yang terjadi dalam banyak kasus.
Kepada para penggemarnya, Dion mengatakan bahwa sejak lama dia telah merasakan salah satu gejala SPS, yaitu kejang. "Sambil mempelajari tentang kondisi langka ini, kami sekarang tahu bahwa itulah yang menyebabkan kejang yang saya alami," kata Dion, seperti dilansir dari Express, Sabtu (10/12/2022).
Dalam pernyataan terbaru di situs web Celine Dion, dijelaskan bahwa diva pop tersebut sedang dirawat karena kejang otot yang parah dan konstan. Adapun pemulihannya disebut akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan.
"Tim medisnya terus mengevaluasi dan merawat kondisinya," tulis pernyataan tersebut.
Cleveland Clinic menjelaskan bahwa penderita SPS pertama-tama mengalami kekakuan otot-otot tubuh dari waktu ke waktu, yang diikuti dengan perkembangan kekakuan di kaki dan otot-otot lain di tubuh. Meskipun prevalensi kondisi tersebut sekitar satu dari satu juta orang, penelitian menunjukkan SPS mungkin terlalu diremehkan.
"Kelangkaan ini berarti sejumlah besar pasien dan keluarga dibiarkan dengan banyak pertanyaan dan sedikit jawaban," kata Cleveland Clinic.
Sementara itu, menurut Medicinenet, dari awal gejala hingga kematian, perjalanan sindrom SPS berkisar antara enam hingga 28 tahun. "Banyak penderita mengalami gangguan yang lambat yang sebagian besar tanpa gejala, diselingi oleh episode kekakuan sesekali," ujar badan kesehatan itu.