REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menanggapi pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo yang meminta pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 dipikirkan ulang.
Tegasnya, wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu merupakan bentuk pelecehan terhadap konstitusi.
"Sudahlah, tak perlu bicara soal menunda atau mengundurkan Pemilu karena inkonstitusional dan mengkhianati kontrak politik dengan rakyat," ujar Hasanuddin kepada wartawan, Ahad (11/12/2022).
Dia membeberkan sejumlah alasan mengapa menunda pemilu melawan konstitusi. Pertama adalah bertentangan dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjelaskan bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Kedua bertentangan dengan Pasal 167 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut menegaskan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Saya rasa sudah sangat jelas, bila bertentangan dengan konstitusi dan UU, serta tidak diatur mekanismenya (penundaan pemilu) oleh peraturan perundang-undangan, maka lebih baik dihentikan saja. Jika dibiarkan, usulan penundaan pemilu hanya menjadi perbuatan melanggar konstitusi," ujar Hasanuddin.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo, mengatakan, saat ini Indonesia tengah memasuki masa peralihan dan pemulihan dari pandemi Covid-19. Namun pada masa seperti ini, dia mempertanyakan tepat atau tidaknya pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Ini juga harus dihitung betul apakah momentumnya tepat dalam era kita tengah berupaya melakukan recovery bersama terhadap situasi ini, dan antisipasi, adaptasi terhadap ancaman global seperti ekonomi, bencana alam," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu dalam diskusi yang digelar Poltracking Indonesia, Kamis (8/12/2022).
Dia sendiri mengapresiasi kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin jelang berakhirnya 2022. Hal tersebut terbukti dari hasil survei Poltracking Indonesia, yang menunjukkan 73,2 persen publik puas terhadap kinerja pemerintahan.
Selanjutnya, dia mempertanyakan apakah kepuasan publik tersebut berkorelasi terhadap keinginan masyarakat untuk terus dipimpin oleh Jokowi. Baik lewat perpanjangan masa jabatan presiden atau tiga periode masa kepemimpinan.
Menurutnya, kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf terhambat oleh pandemi Covid-19 selama dua tahun. Hal itu menyebabkan kerja-kerja dari pemerintahan tak maksimal dalam merealisasikan visi dan misinya.
"Kita sama-sama tahu, deras sekali pro kontra di masyarakat, ada yang memperpanjang, ada yang mendorong tiga kali, tapi terlepas itu saya sendiri ingin tahu keinginan publik yang sebenarnya ini apa? Apakah kepuasan ini ada korelasinya dengan keinginan masyarakat, beliau tetap memimpin kita melewati masa transisi ini," ujar Bamsoet.