Senin 12 Dec 2022 05:28 WIB

Kemenag Bedah Modul Peliputan Konflik Keagamaan

Tidak semua narasumber mau memberikan infornasi saat terjadi konflik.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Kemenag Bedah Modul Peliputan Konflik Keagamaan. Foto:   Media massa(ilustrasi)
Foto: [ist]
Kemenag Bedah Modul Peliputan Konflik Keagamaan. Foto: Media massa(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Kementerian Agama (Kemenag) membedah modul Pedoman Peliputan Konflik Keagamaan bersama puluhan jurnalis dari media cetak, online, dan televisi di daerah Bogor, Ahad (11/12/2022). Dalam acara ini, Kemenag meminta masukan kepada para jurnalis untuk menyempurnakan penyusunan modul tersebut.

Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo mengatakan, peliputan konflik keagamaan tidak mudah, sehingga modul ini sangat penting untuk dijadikan pedoman bagi para jurnalis.  

Baca Juga

“Peliputan konflik keagamaan tidak mudah, perlu beberapa persyaratan yang sangat prinsip, perlu persyaratan yang harus dipenuhi oleh teman-teman jurnalis. Karena, sejatinya penuh jebakan,” ujar Bowo.

Jebakan itu dia contohkan seperti jurnalis yang tidak menyebutkan nama korban ketika meliput konflik keagamaan. Namun,dalam pelaporannya jurnalis tersebut justru mengidentifikasi rumah tinggal korbannya, yang itu sama saja membuka jati diri korban atau keluarga korban.

Karena itu, menurut dia, dalam modul ini ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi para jurnalis ketika melakukan peliputan konflik keagamaan. “Ini sejumlah syarat-syarat yang memang harus dipenuhi oleh teman-teman yangharus bekerja secara profesional, yang memenuhi kaidah jurnalistik,” ujar dia.

Modul Peliputan Konflik Keagamaan ini diharapkan bisa menjadi sumbangsih Kemenag sekaligus membantu Dewan Pers untuk memberikan panduan bagi media dalam meliput konflik keagamaan. “Dalam meliput konflik, teman-teman jurnalis diminta untuk memiliki berbagai perspektif yang ini akan membuat sebuah liputan itu clear and clean, sebuah liputan konflik yang tidak berpihak,” kata Bowo.

Modul ini diharapkan dapat meminimalisir potensi kesalahan dalam peliputan konflik keagamaan. Untuk menyempurnakan modul tersebut, Bowo meminta kepada para jurnalis untuk memberikan saran dan masukannya.

Monggo teman-teman memberikan masukan atau sharing pengalamannya saat meliput konflik,” imbuhnya.

Sebagai narasumber dalam acara tersebut, Anggota Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro mengapresiasi upaya yang dilakukan Kemenag. Menurut dia, peliputan konflik keagamaan ini menguji independensi jurnalis.

“Peliputan masalah ini sangat menguji bagaimana kita harus bersikap, menguji independensi kita. Kami berterima kasih Kemenag telah menyusun panduan ini,” ujar Sapto.

Acara ini juga menghadirkan pemerhati media Savic Ali. Menurut dia, peliputan konflik keagamaan perlu memperhatikan beberapa hal. Di antaranya pemilihan sumber dan narasumber, perspektif HAM, serta pengetahuan jurnalis terhadap nilai-nilai lokal.

“Karena ketika berada di lapangan, juga belum tentu membuat kita itu menemukan narasumber yang tepat. Karena, dalam peliputan-peliputan konflik biasanya tidak semua orang mau diwawancarai, tidak semua orang mau bicara,” jelas Ketua PBNU ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement