Senin 12 Dec 2022 07:50 WIB

Erdogan dan Putin Bahas Koridor Pengiriman Biji-bijian

Rusia mendorong PBB agar Barat mencabut beberapa sanksi agar memudahkan ekspor pupuk.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Kapal kargo Zante, membawa biji-bijian Ukraina, berlayar di Selat Bosphorus di belakang Jembatan Martir 15 Juli, di Istanbul, Turki, 02 November 2022. Pada 02 November, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa Rusia akan melanjutkan partisipasinya dalam kesepakatan ekspor biji-bijian, setelah menangguhkan partisipasinya pada 29 Oktober.
Foto: EPA-EFE/ERDEM SAHIN
Kapal kargo Zante, membawa biji-bijian Ukraina, berlayar di Selat Bosphorus di belakang Jembatan Martir 15 Juli, di Istanbul, Turki, 02 November 2022. Pada 02 November, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa Rusia akan melanjutkan partisipasinya dalam kesepakatan ekspor biji-bijian, setelah menangguhkan partisipasinya pada 29 Oktober.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Ahad (11/12/2022) melakukan panggilan telepon untuk membahas pasokan biji-bijian dan potensi Turki sebagai pusat gas regional. Ankara bersama PBB telah bertindak sebagai mediator dalam kesepakatan yang menjamin ekspor biji-bijian dari Ukraina dan Rusia, yang merupakan dua produsen terbesar dunia.

“Presiden Erdogan menyatakan keinginan tulusnya untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina secepat mungkin,” kata pernyataan Kepresidenan Turki pada Ahad.

Baca Juga

Kantor Kepresidenan mengatakan, dalam panggilan tersebut, Erdogan mengatakan Ankara dan Moskow dapat mulai bekerja untuk mengekspor produk dan komoditas makanan lainnya melalui koridor biji-bijian di Laut Hitam. Rusia telah mendesak PBB untuk mendorong Barat mencabut beberapa sanksi guna memastikan Moskow dapat dengan bebas mengekspor pupuk dan produk pertaniannya. Menurut Moskow, ini adalah bagian dari kesepakatan biji-bijian Laut Hitam yang belum dilaksanakan.

"Kesepakatan itu bersifat kompleks, membutuhkan penghapusan hambatan pasokan yang relevan dari Rusia untuk memenuhi permintaan negara-negara yang paling membutuhkan," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan.