Senin 12 Dec 2022 13:30 WIB

Wamenkumham: Pasal Penyerangan Presiden Diatur Sangat Ketat

Hanya presiden atau wakil presiden yang dapat melaporkan serangan kepadanya.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan pasal mengenai penghinaan presiden diatur sangat ketat di KUHP.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan pasal mengenai penghinaan presiden diatur sangat ketat di KUHP.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan, pasal penyerangan harkat dan martabat presiden dan/atau wakil presiden tidak akan pernah selesai penolakannya. Namun ia memastikan, pasal tersebut diatur sangat ketat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah disahkan oleh DPR menjadi undang-undang.

"Supaya pasal ini tidak disalahgunakan, pasal ini ada, tetapi sangat ketat, ketatnya itu apa, satu dia delik aduan," ujar Eddy dalam diskusi daring yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dikutip Senin (12/12/2022).

Baca Juga

Artinya, hanya presiden dan/atau wakil presiden-lah yang dapat melapor jika adanya penyerangan terhadap pribadinya. Selanjutnya terdapat pengaturan menghapus pertanggungjawaban pidana, di mana tidak dapat dituntut apabila untuk pembelaan diri atau kepentingan umum.

Dalam pasal 218 Ayat 2 KUHP yang baru dijelaskan, 'kepentingan umum' adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi. Misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Selanjutnya diterangkan bahwa dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

"Saya paham apa yang ada di benak teman-teman yang mendalami hukum tata negara, tetapi saya ingin mengatakan dalam perspektif pidana fungsi hukum pidana itu adalah melindungi kepentingan," ujar Eddy.

"Kepentingan siapa yang dilindungi? Satu kepentingan individu, dua kepentingan masyarakat, tiga kepentingan negara. Pertanyaan lebih lanjut, kepentingan negara yang dilindungi apanya, satu adalah keamanan negara, kedua adalah harkat dan martabatnya," sambungnya.

KUHP yang baru sendiri baru akan berlaku tiga tahun setelah diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam masa transisi tersebut, ia mengakui akan menjadi tugas berat pemerintah dan DPR untuk mensosialisasikan kitab undang-undang pidana nasional yang baru tersebut.

"Tugas terberat pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang dalam tiga tahun ke depan ini adalah melakukan sosialisasi. Terutama, bukan kepada siapa-siapa, kepada aparat penegak hukum supaya tidak ada kesalahan penafsiran, tidak multitafsir," ujar Eddy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement