Butuh Penanganan ‘Jemput Bola’ Tekan Kasus TBC di Jateng
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, saat menghadiri Kunjungan Industri Siswa/Siswi SMK Al Anwar, Kabupaten Rembang di Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang, Senin (12/12). | Foto: Humas Pemprov Jateng
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kasus penyakit Tuberkulosis (TBC) di Provinsi di Jawa Tengah sampai saat ini masih cukup tinggi. Dari
data Buku Saku Dinas Kesehatan Provinsi Jateng pada triwulan III 2022 menunjukkan, angka kasus TBC (ternotifikasi) di provinsi ini mencapai 42.148 kasus.
Terkait hal ini, Wakil Gubernur (Wagub) Jateng, Taj Yasin Maimoen mengatakan, Indonesia masih menghadapi problem kesehatan yang harus mendapatkan perhatian. Salah satunya adalah penyakit TBC, yang juga masih menjadi perhatian serius Pemprov Jateng.
“Di Jateng dengan populasi penduduk lebih dari 33 juta jiwa, temuan kasus TBC masih tergolong tinggi,” ungkapnya saat menghadiri Kunjungan Industri Siswa/Siswi SMK Al Anwar, Kabupaten Rembang di Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang, Senin (12/12/2022).
Walaupun beberapa waktu lalu Covid-19 menyerang, bahaya penyakit TBC juga tidak boleh dipandang sebelah mata. Menurut dia, TBC merupakan penyakit kronis yang memiliki daya tular dan tingkat kematiannya tergolong tinggi.
Tingkat kematian yang tinggi, salah satunya dipicu oleh faktor ‘kebal obat’. “Untuk itu penting dilakukan edukasi secara jemput bola guna mengingatkan bahaya penyakit TBC ini,” lanjut Taj Yasin.
Persoalan terkait dengan langkah-langkah untuk menekan ancaman penyakit TBC ini, juga diamini Direktur Utama RSI Sultan Agung, Said Shofwan. Ia mengatakan, pelayanan kesehatan saat ini lebih menitikberatkan pada upaya preventif.
Adapun layanan kesehatan terkecil ada di level posyandu dan puskesmas. Terlebih, Kementerian Pariwisata bersama dengan Kementerian Kesehatan, telah berkolaborasi dengan membuat inovasi.
“Namanya, Wellness and Hospital Tourism, untuk membuat bidang pelayanan itu lebih luas lagi, dari yang sudah ada sebelumnya,” kata Said.
Kerja sama ini bergerak ke arah pengembangan preventif medicine, bagaimana memperkuat pencegahan penyakit, agar supaya tidak terjadi sakit. Kegiatan promosi kesehatan, di samping dilakukan dengan bertatap muka langsung juga melalui sosialisasi maupun menyebar brosur dan penyuluhan.
Bahkan sekarang ini sosialisasi juga digencarkan melalui platform digital dan memungkinkan masyarakat tidak hanya bisa mencari informasi kesehatan dengan platform digital.
“Tetapi juga langsung berinteraksi dengan para dokter, maupun pasien yang memiliki masalah kesehatan yang sama,” tegas dia.