REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sastrawan Maman S Mahayana melihat pengaruh kuat mendiang Remy Sylado dalam kesusastraan di Indonesia. Remy yang telah berpulang pada Senin (12/12/2022), telah mewariskan inspirasi semangat dalam berkarya.
“Bahkan sampai sekarang dia tetap berkarya,” kata Maman tentang Remy, saat dihubungi Republika.co.id.
Menurut Maman, langkah yang perlu ditempuh sastrawan atau seniman masa kini adalah meniru ‘kegilaan’ Remy dalam berkarya. Selain itu, berkarya sampai maut menjemput.
“Tentu saja berkarya dengan kualitas dan semangat menampilkan karya bermutu, tidak asal berkarya. Tidak punya kepentingan ideologi, politik pokoknya dia mengusung semangat jujur,” ujar penulis “Kitab kritik sastra”.
Maman menilai posisi Remy dalam kesusastraan Indonesia jadi sangat penting terutama di era 70-an. Misalnya melahirkan majalan Aktuil yang mampu menumbuhkan semangat anak-anak muda di seluruh Indonesia pada sastra musik dan kesenian.
Aktuil kala itu menjadi majalah musik yang paling diikuti. Begitu juga di bidang sastra, Remy menolak kemapanan sastrawan horison dengan membuka ruang puisi Mbeling.
“Jadi saya kira Remy bukan sekadar serbabisa tapi juga sangat produktif dan karya-karyanya menginspirasi karena dia sadar betul dengan sasaran pembacanya,” tambah sastrawan 65 tahun tersebut.
Hal yang paling penting adalah berkaitan sikap berkesenian Remy, di mana perbedaan pandangan ideologi itu justru memperkaya khasanah kesusastraan Indonesia. Remy tidak terkooptasi pada ideologi atau berusaha mengusung ideologi tertentu.
Sebaliknya, orang bebas menolak atau mengikuti Remy. Karena pada dasarnya, menurut Maman, kesadaran apa pun boleh ditulis sejauh ikarya itu baik.
Bagi Maman, banyak orang telah terpengaruh oleh kiprah Remy. Terlebih angkatan awal 70-an yang dipengaruhi oleh kegilaan Remy, baik dalam bidang musik, sastra dan teater.