REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengecam keras kasus kekerasan seksual oleh tujuh remaja di Kota Probolinggo, Provinsi Jawa Timur.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan akan mendorong proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan berperspektif terhadap korban. Tujuannya agar memberikan efek jera bagi para pelaku.
"Proses ini juga harus mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban yang masih berusia anak," kata Nahar dalam keterangannya pada Senin (12/12).
Saat ini, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Probolinggo telah berkoordinasi dengan Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Probolinggo terkait penanganan hukum kasus ini. Berdasarkan informasi yang didapatkan, P2TP2A Kabupaten Probolinggo telah memberikan dukungan psikologis terhadap korban dan keluarganya.
"Kami bersama-sama dengan Pemerintah Daerah akan terus memantau kondisi korban serta memastikan korban mendapatkan hak dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya," ujar Nahar.
Kasus ini berawal ketika korban dijemput oleh salah satu terlapor dan diduga diajak ke hutan setempat. Di lokasi tersebut, keenam terlapor lainnya tengah melakukan pesta minuman keras dan mengajak korban. Kemudian korban diduga diperkosa secara bergiliran.
"Kasus ini terungkap ketika korban menceritakan kekerasan seksual yang dialaminya kepada orang tuanya," ucap Nahar.
Nahar mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian.