Rabu 14 Dec 2022 01:37 WIB

Pasal Perzinaan di KUHP Cegah Perilaku Main Hakim Sendiri

KUHP lama tidak lagi relevan dengan perkembangan hukum pidana.

Red: Indira Rezkisari
Aliansi masyarakat dan mahasiswa menggelar unjuk rasa menolak pengesahan RKUHP di Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Selasa (6/12/2022). Mereka menolak pengesahan RKUHP karena menganggap banyak pasal-pasal yang bermasalah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Aliansi masyarakat dan mahasiswa menggelar unjuk rasa menolak pengesahan RKUHP di Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Selasa (6/12/2022). Mereka menolak pengesahan RKUHP karena menganggap banyak pasal-pasal yang bermasalah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga ahli utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden Ade Irfan Pulungan mengatakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang telah disahkan 6 Desember 2022 lalu, dapat mencegah perilaku main hakim sendiri dalam kasus perzinaan. Dalam siaran pers, Irfan menjelaskan dengan telah disahkannya RUU KUHP menjadi undang-undang, maka Indonesia memiliki kodifikasi hukum pidana sendiri yang memiliki paradigma pemidanaan modern dan relevan dengan nilai-nilai Indonesia.

"KUHP lama tidak lagi relevan dengan perkembangan hukum pidana dan kondisi masyarakat di Indonesia, karena semangatnya jauh berbeda. Kali ini semangatnya bukan hanya menekankan pemidanaan, tetapi kepastian hukum yang mencirikan pidana modern dengan mengandung 3 (tiga) unsur prinsipil, yakni keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif," kata Irfan, Selasa (13/12/2022).

Baca Juga

Irfan mengatakan mengungkapkan bahwa kritik terhadap KUHP juga perlu diletakkan pada porsinya. "KUHP sebagai manifestasi hukum pidana harus pula diuji pada koridor hukum pidana, karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan ranah hukum lainnya," ungkapnya.

Secara spesifik, dalam ketentuan terkait perzinaan misalnya, Irfan mengatakan bahwa ketentuan terkait perzinaan semestinya dimaknai sebagai bentuk upaya menjamin kepastian penegakan hukum pidana dan merupakan delik aduan. "Pembatasan pihak-pihak yang dapat mengadukan tindak pidana perzinaan yang sifatnya limitatif, di antaranya oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan serta orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan, justru dapat mengurangi risiko perilaku main hakim sendiri di tengah masyarakat," jelas Irfan.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى ۗوَاِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ اِلٰى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۗ اِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ ۗوَمَنْ تَزَكّٰى فَاِنَّمَا يَتَزَكّٰى لِنَفْسِهٖ ۗوَاِلَى اللّٰهِ الْمَصِيْرُ
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka yang melaksanakan salat. Dan barangsiapa menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah tempat kembali.

(QS. Fatir ayat 18)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement