REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernikahan atau perkawinan sejatinya didasarkan pada persetujuan kedua calon mempelai. Islam telah mengatur bagaimana seharusnya dalam melangsungkan pernikahan yang didasari tanpa adanya paksaan.
Dijelaskan dalam buku tafsir Kementerian Agama (Kemenag), nikah atau kawin paksa adalah nikah yang berlangsung tanpa kerelaan atau persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai laki-laki maupun calon mempelai perempuan. Artinya, kawin paksa adalah akad nikah yang berlangsung karena paksaan.
Karena itu, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Bab IV tentang rukun dan syarat perkawinan, seperti tercantum dalam Pasal 17 ayat 1 menyebutkan, "Sebelum berlangsungnya perkawinan, Pegawai Pencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua saksi nikah."
Kemudian pada Pasal 17 ayat 2, pun dinyatakan, "Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan."
Diatur pula pada ayat 3, "Bagi calon mempelai yang menderita tuna wicara atau tuna rungu persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti."
Pernikahan atas dasar paksaan tentu harus dihindari. Tidak adanya paksaan dalam melangsungkan pernikahan tentu menjadi syarat dilangsungkannya akad nikah. Hal ini karena tujuan perkawinan yang dikehendaki Alquran adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Allah SWT berfirman, "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS Ar-Rum ayat 21)
Tujuan pernikahan tersebut takkan pernah tercapai jika pada nyatanya salah satu dari dua calon mempelai malah merasa terpaksa dalam pernikahan yang dilangsungkan.
Dalam ajaran Islam juga telah ditegaskan bahwa kaum perempuan tidak boleh dipaksa untuk melangsungkan pernikahan, baik kepada para janda maupun perawan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Seorang perempuan yang tidak bersuami (janda) jangan dinikahkan tanpa terlebih dahulu ditanya persetujuannya untuk menikah, dan seorang perempuan (perawan) jangan dikawinkan hingga mendapat izinnya." Lalu mereka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang bagaimana mengetahui bahwa izin itu telah diperoleh. Nabi SAW bersabda, "Dengan diamnya." (HR Muslim)