Rabu 14 Dec 2022 02:47 WIB

Akademisi: KUHP yang Baru Bersifat Netral dan Demokratis

Guru Besar FHUI menilai KUHP yang baru bersifat netral dan demokratis.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, kiri, berpose untuk media bersama Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, tengah, dalam sesi pengesahan KUHP baru di gedung parlemen di Jakarta, Indonesia, Selasa, 6 Desember 2022 Parlemen Indonesia meloloskan revisi KUHP yang telah lama ditunggu-tunggu dan kontroversial pada hari Selasa yang mengkriminalkan seks di luar nikah bagi warga negara dan sama-sama mengunjungi orang asing.
Foto: AP
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, kiri, berpose untuk media bersama Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, tengah, dalam sesi pengesahan KUHP baru di gedung parlemen di Jakarta, Indonesia, Selasa, 6 Desember 2022 Parlemen Indonesia meloloskan revisi KUHP yang telah lama ditunggu-tunggu dan kontroversial pada hari Selasa yang mengkriminalkan seks di luar nikah bagi warga negara dan sama-sama mengunjungi orang asing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Indriyanto Seno Adji menilai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru bersifat netral dan demokratis.

"KUHP nasional yang baru saya nilai sangat progresif, moderat, netral, dan demokratis dengan mempertimbangkan dan mengakomodir masukan-masukan dari masyarakat sipil, praktisi, dan akademisi hukum. Bahkan representasi masyarakat adat sebagai bentuk meaningful public participation sesuai mandat UU," kata Indriyanto dalam keterangan di Jakarta, Selasa (13/12).

Baca Juga

Indriyanto mengapresiasi pengesahan RKUHP menjadi undang-undang. Menurutnya, pengesahan RKUHP menjadi KUHP merupakan momentum bersejarah dari eksistensi regulasi KUHP nasional terlepas adanya pihak-pihak tertentu yang keberatan atas pengesahan ini.

Dia mengatakan keberatan dari beberapa pihak tentunya dari perbedaan cara pendekatan memberikan persepsi secara sosiologis. Sedangkan persepsi dari sisi hukum pidanatentu akan berbeda.

Indriyanto mencontohkan pasal perzinahan (adultery) telah diatur sebagai delik aduan absolut (suami dan atau istri atau anaknya dan tidak secara serampangan umum dapat melakukan aduan tersebut). Hal itu, jelasnya, sebagai salah satu bentuk kontrol sosial agar tidak terjadi persekusi yang justru melanggar hukum. Delik kohabitasihanya dapat dilakukan berdasarkan delik aduan absolut.

"Dengan demikian pemahaman yang kabur mengenai KUHP soal pengaruh negatifnya terhadap turis dan investasi tidak tepat. KUHP menjamin tidak akan ada pemidanaan terhadap kekhawatiran tersebut. KUHP nasional menjamin bahwa tidak akan terjadi kekhawatiran dampak negatif kepada turis dan investasi di Indonesia," ucapnya.

Indriyanto menyayangkan pemahaman beberapa pihak terhadap KUHP yang baru tidak secara mendalam, utuh, dan rinci. Menurutnya, pihak yang keberatan dengan pasal perzinahan dan kohabitasi justru mengarah pada pola pikir liberalisme seksual yang tidak mungkin diterapkan pada sistem hukum pidana di Indonesia.

"Indonesia mengakui adanya asas-asas (pidana) hukum adat (pidana) yang diakui dan diterima oleh hukum pidana nasional," katanya.

Sosialisasi dan diskusi publik mengenai RKUHP sudah pemerintah laksanakan sejak tiga tahun lalu, saat penundaan RKUHP pada 2019. Pada 2021, sosialisasi digelar di 12 kota provinsi dan setelah pengesahan, pemerintah kembali memiliki waktu tiga tahun untuk sosialisasi, paparnya.

"Waktu tiga tahun ini sangat memadai bagi sosialisasi dan diskusi publik. Sebaiknya ini dimanfaatkan dan dicermati oleh pihak-pihak yang keberatan atas sahnya KUHP," ujar Indriyanto.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement