Rabu 14 Dec 2022 20:59 WIB

Kemenkes Gandeng PBNU Atasi Stunting di Indonesia

PBNU memiliki sumber daya manusia yang lengkap untuk mendukung program itu.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus raharjo
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bersama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menunjukan nota penandatanganan kesepahaman di Jakarta, Rabu (14/12/2022). PBNU bersama Kementerian Kesehatan melakukan kerjasama salah satunya terkait Menahan Laju Stunting di Indonesia. Republika/Prayogi
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bersama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menunjukan nota penandatanganan kesepahaman di Jakarta, Rabu (14/12/2022). PBNU bersama Kementerian Kesehatan melakukan kerjasama salah satunya terkait Menahan Laju Stunting di Indonesia. Republika/Prayogi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf sepakat untuk bersama mengawal penanganan laju stunting di Indonesia. Kesepakatan tersebut tertuang dalam nota kesepahaman yang ditandatangani pada Rabu (14/12/2022) di Gedung PBNU Jakarta.

Menkes Budi mengakui kesulitan untuk menjangkau masyarakat akar rumput agar bisa mendapatkan layanan kesehatan. Dengan dasar itulah, ia meminta bantuan PBNU untuk bisa menyampaikan agenda-agenda kesehatan melalui Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

Baca Juga

"Posyandu itu dulu hanya mengurusi kesehatan bayi dan ibu. Sekarang mau kita geser fokusnya bukan hanya bayi dan ibu, tapi ibu, bayi, remaja, dewasa, bapak, sampai lansia. Pendekatan posyandu tetap ke keluarga," tutur Budi, Rabu (14/12/2022).

Kabar baiknya, sambung Budi, berdasarkan cerita yang ia dapat dari Gus Yahya, banyak warga NU yang aktif dalam kegiatan di posyandu. Oleh karenanya, alangkah baiknya menjadikan posyandu sebagai bagian dari upaya penanganan stunting.

Budi meyakini bila para petugas posyandu secara rutin datang ke rumah-rumah untuk mengecek kesehatan warga, termasuk melakukan cek kesehatan calon pengantin, dan sosialisasi usia ideal menjalani pernikahan agar anaknya kelak tidak stunting. Maka persoalan stunting dapat diatasi dengan mudah.

"Intinya adalah menjaga agar keluarga hidup sehat, bukan menyembuhkan anggota keluarga yang sakit. Menjaga hidup sehat itu jauh lebih murah daripada menyembuhkan orang sakit," kata Budi.

"Mudah-mudahan nanti (kerja sama) dalam hal stunting, kemudian imunisasi, dan kesehatan jiwa, nanti ngurusin diabetes, kanker juga. Pendekatan secata keluarga akan lebih enak," sambung Budi.

Hadir dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PBNU Gus Yahya menegaskan pihaknya siap mendukung Kemenkes untuk menahan laju stunting. Terlebih, PBNU memiliki sumber daya manusia yang lengkap untuk mendukung program itu.

"Kami tawarkan kepada Pak Menteri, kita punya orang-orang yang siap membantu membangun kemaslahatan di dalam masyarakat kita," ujar Gus Yahya.

Karena, berdasarkan riset Alvara Research Center mengatakan bahwa NU itu meliputi 50,5 persen dari seluruh penduduk Muslim Indonesia. Ada lembaga survei lain menyatakan bahwa 50,3 persen dari seluruh populasi Indonesia. "Jadi kita punya orang, banyak," ujar Gus Yahya.

Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai.

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes, prevalensi stunting balita Indonesia mencapai 24,4 persen pada 2021. Artinya, hampir 1 dari 4 balita di Indonesia mengalami stunting. Dengan demikian prevalensi stunting Indonesia termasuk dalam kelompok sedang menurut standar WHO.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement