REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baitul Maqdis merupakan situs bersejarah yang berada di Palestina. Kesucian Baitul Maqdis diklaim oleh tiga agama, yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen.
Ketiga agama tersebut secara bergantian pernah menguasai situs suci tersebut. Pemerintah Islam pernah menaklukkan Baitul Maqdis yang pertama kali dipimpin oleh Khalifah Umar ibn Khattab dan terus berlanjut di bawah kepemimpinan muslim selama berabad-abad di masa Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, hingga era Dinasti Abbasiyah.
Kemudian Baitul Maqdis ditaklukkan kembali pada masa Dinasti Al Ayyubiyah di bawah kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi (583 H/1187 M). Baitul Maqdis memiliki arti yang sangat penting bagi umat Islam karena di sana pertama kali dibangun masjid yang kemudian menjadi kiblat pertama bagi umat Muslim di seluruh dunia, yaitu Masjid Al Aqsa.
Kemenangan Salahuddin dalam merebut kembali Baitul Maqdis dan melawan tentara Kristen dalam perang Salib tidak lepas dari bantuan Al Muwahhidun dan para tentaranya. Dinasti Al Muwahhidun dibawah kepemimpinan Raja Maroko Abu Yusuf Yaqub Al-Mansur (1184-99) membantu kaum Muslimin Mesir, melawan pasukan salib, dengan mengirim l80 kapal kepada Salahuddin al-Ayyubi.
“Masa Al Mansur dipandang sebagai masa keemasan bagi Muwahhidun,” kata Trisna Ernawati dalam skripsinya yang berjudul Disintegritas Umat Islam: Studi tentang Keruntuhan Kekuasaan Islam di Andalusia Abad XI.
Pada masa Al Mansur berkuasa, Seville menjadi ibu kota kerajaan untuk Andalusia (1170) dan Maroko di Afrika tetap sebagai pusat Kerajaan Al Muwahhidun. la juga melanjutkan pembangunan mesjid dengan menara yang indah, yang sampai sekarang masih ada, dan telah dijadikan Katedral.
Dinasti Muwahhidun di bawah kekuasaan Al Mansur berada di masa keemasan. Meskipun digempur oleh masalah internal dan ekternal (kaum Nasrani), namun Al Mansur berhasil mengatasinya. Di masa kepemimpinannya, Al Mansur membangun sebuah observatorium sesudah perang di Alercos dan membangun rumah sakit-rumah sakit di hampir semua kota di wilayahnya. Al Mansur juga menyantuni fakir miskin dan orang-orang jompo.
Sebagai khalifah ia juga mencintai ilmu pengetahuan dan agama. la menekuni filsafat, ilmu falak dan ilmu kedokteran. Ia juga menjadikan Maroko sebagai salah satu pusat kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.