REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK— Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Mandrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam melakukan finalisasi modul implementasi integrasi moderasi beragama melalui mata pelajaran rumpun pendidikan keagamaan Islam.
Kegiatan yang dikemas dalam egenda “Review dan Uji Keterbacaan Modul Moderasi Beragama Bagi Guru dan Tendik Madrasah” itu digelar Rabu (14/12/2022).
Direktur GTK Madrasah, Muhammad Zain, menuturkan inisiasi tersebut juga sebagai sebuah tindak lanjut dari PMA Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama tahun 2020-2024.
Agenda tersebut juga merumuskan bagaimana mengintegrasikan moderasi beragama melalui modul pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru pengampu mata pelajaran umum.
Dia menjelaskan, tahun ini pihanya sudah harus menginformasikan moderasi beragama masuk ke level satuan pendidikan dan menjangkau para peserta didik.
Pada tahun-tahun sebelumnya penguatan moderasi beragama menyasar para pendidik, para guru tahun ini mau tidak mau moderasi beragama harus masuk pada level peserta didik. “Mereka harus paham betul moderasi beragama,” kata dia, dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Lebih lanjut dia menjelaskan, penyusunan enam modul integrasi moderasi beragama melalui mata pelajaran rumpun pendidikan Islam tersebut adalah aqidah ahlak, sejarah kebudayaan Islam, fikih, Alquran hadits, dan juga RA, sebagai salah satu upaya untuk memperkuat moderasi beragama sampai level peserta didik.
Review kali ini, menurut dia, strategis untuk memastikan secara substansial tepat. Pihaknya menaruh perhatian salah satunya kepada mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam.
Menurut dia, harus ada pembaruan pembahasan yang sebelumnya menonjolkan peradaban dan penaklukan oleh kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau yang tak jarang digunakan para ekstremis sebagai salah satu pedoman dalam membenarkan perilakunya.
Untuk itu menurut Muhammad Zain, kedepan melalui modul ini harus pembelajaran SKI harus mengedepankan nilai-nilai sosial dan bagaimana Islam di masa lalu menerapkan moderasi beragama dalam berbagai aspek.
“Bagian sejarah yang selama ini harus kita elaborasi tentang sejarah Mitsaqul Madinah, Konstitusi Madinah, kemudian juga as-Sulh al-Hudaibiyah, juga tentang sejarah Fatkhu Makkah dan sebagainya, Direktorat GTK akan memberikan guidance kepada guru agar lebih mudah dalam mengelaborasi moderasi beragama dalam pengajaran pendidikan Islam,” kata dia.
Kepala Sub Direktorat Bina GTK MA/MAK sekaligus Ketua Pokja Moderasi Beragama Ditjen Pendis, Anis Masykhur, menambahkan bahwa melalui modul ini para siswa sebagai warga negara yang perlu diberikan imunitas dalam menangkal informasi-informasi pemicu ekstremisme dan radikalisme.
“Nah di sinilah kemudian mengapa buku atau modul ini penting untuk diselesaikan. Ekstremisme dalam pendidikan itu setidaknya masuk melalui tiga pintu, pertama adalah melalui guru, yang kedua kurikulum, lalu yang ketiga melalui organisasi siswa, semacam rohis dan sejenisnya,” terang Anis.
Dengan kata lain, penyusunan modul modul tersebut mencoba memangkas pintu masuk ekstremisme atau radikalisme yaitu melalui kurikulum dan melalui guru. “Kita harapkan persoalan di kurikulum dan siswa selesai, argumen guru bisa menyampaikan yang benar ketika menyampaikan ke peserta didik,” tutur Anis.