REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia telah memiliki modal yang mumpuni untuk mendorong perekonomian agar tumbuh pesat. Modal tersebut terdiri atas empat kekuatan yaitu Sumber Daya Alam (SDA) yang dihilirisasi dan diindustrialisasi, Ketahanan Pangan, Ekonomi Kreatif, dan Digital Ekonomi.
"Saya yakin Indonesia akan bisa terus tumbuh. Indonesia memiliki empat kekuatan, yaitu SDA yang dihilirisasi dan di industrialisasi, Ketahanan Pangan, Ekonomi Kreatif, dan Digital Ekonomi," ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di depan Civitas Akademika Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, belum lama ini.
Fokus pada kekuatan Pertama, SDA yang dihilirisasi, berarti Indonesia tidak lagi berbasiskan pada bahan baku. Bahan-bahan mineral dan kekayaan alam Indonesia, kini, sebagian besar masih diperdagangkan dalam bentuk mentah. Baik kekayaan lautan (yang mencapai 75 persen wilayah Indonesia), maupun daratan (25 persen wilayah Indonesia).
Erick menegaskan, untuk melakukan hilirisasi bahan mineral dan kekayaan alam dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam pengolahannya. Erick memberikan contoh terkait kualitas SDM dibalik hilirisasi SDA itu.
Perdagangan ikan masih minim karena Indonesia belum maksimal dalam memprosesnya. Untuk itu, BUMN menguji coba budidaya kepiting di Madura, hasilnya cukup baik. Karena menangkap ikan tidak lagi harus ke tengah lautan dengan konsumsi BBM yang mahal.
Contoh lain pada Agrikultur, seperti buah-buahan yang kadang masih sulit dicari, misalnya buah manggis. Komoditas pertanian lainnya adalah Kelapa Sawit, yang bisa dikembangkan menjadi 80 produk turunan. Indonesia menghasilkan 46 juta ton per tahun dalam bentuk Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO).
Indonesia memiliki potensi mengembangkan Ethanol yang dapat digunakan sebagai alternatif Bahan Bakar Minyak (BBM) dan menekan impor BBM berbasis fosil. Saat ini BUMN sedang mengujicoba penggunaan bauran BBM, 40 persen dari BBM merupakan Ethanol atau B40.
"Kita bukan negara yang memproduksi BBM lagi, tetapi impor BBM. Jadi kalau kita terus tergantung pada Impor, maka ketika harga energi dunia mahal, mahal BBM nya. Ada kemandirian jika kita bisa digantikan CPO dan ethanol," ucap Erick.
Berkaitan dengan kekuatan ketiga, Industri Kreatif, Erick mengatakan bahwa sektor ini telah berkembang dengan luar biasa. Salah satu subsektor yang mencuat adalah film Indonesia.
"Waktu FFI (Festival Film Indonesia) diketahui dari 51 juta penonton film, 61 persen diantaranya menonton film Indonesia. (Film) Hollywood kalah. Ini harus terus dijaga. Belum lagi industri kreatif yang berkaitan dengan Fashion, makanan, parawisat. Semua harus diperkuat," ucap Erick.
Erick mencatat, nilai ekonomi kreatif pada subsektor Kuliner bisa mencapai Rp 451 triliun, Fashion Rp 187 triliun, dan Kriya Rp 164 triliun.