Kamis 15 Dec 2022 20:27 WIB

400 Obat dan Makanan Ilegal Tersebar di Riau Selama Dua Tahun Terakhir

BPOM fokus pada pengawasana makanan ilegal dan tak miliki SKE

Rep: Febrian Fachri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Yosef Dwi Irwan, mengatakan hasil pengawasan dan penindakan dari tahun 2020-2022 ditemukan 400 pcs obat dan makanan ilegal. Yosef menyebut nilai ekonomi ke 400 pcs obat dan makanan ilegal tersebut kurang lebih sekitar Rp 4 miliar.
Foto: Antara
Kepala Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Yosef Dwi Irwan, mengatakan hasil pengawasan dan penindakan dari tahun 2020-2022 ditemukan 400 pcs obat dan makanan ilegal. Yosef menyebut nilai ekonomi ke 400 pcs obat dan makanan ilegal tersebut kurang lebih sekitar Rp 4 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kepala Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Yosef Dwi Irwan, mengatakan hasil pengawasan dan penindakan dari tahun 2020-2022 ditemukan 400 pcs obat dan makanan ilegal. Yosef menyebut nilai ekonomi ke 400 pcs obat dan makanan ilegal tersebut kurang lebih sekitar Rp 4 miliar.

"Tentunya ini yang diketahui oleh BPOM, belum lagi dari kementerian lembaga lainnya ataupun pemangku kepentingan yang lain, bisa jadi nilainya lebih besar dari yang tercatat," kata Yosef, Kamis, (15/12/2022).

Yosef menyebut kondisi Provinsi Riau yang strategis dan berada di jalur perdagangan selat malaka juga dekat dengan Malaysia dan Singapura, menjadi tantangan terkait masuknya produk produk ilegal.

Hal itu menurut Yosef menjadi tantangan bagi BPOM supaya lebih teliti melakukan pengawasan. Bukan hanya produk makanan yang ilegal.

Namun, produk makanan legal yang sudah izin BPOM, tetapi tidak mengurus Surat Keterangan Ekspor (SKE).

Ia menambahkan BPOM berkomitmen memastikan keamanan produk yang dikonsumsi oleh masyarakat. Lalu, melakukan evaluasi mutu dan keamanan sehingga tidak mengakibatkan dampak ataupun resiko pada kesehatan masyarakat.

Ia menambahkan, guna mendukung peran aktif kementerian lembaga dan pemerintah provinsi, kabupaten/kota telah diterbitkan inpres No.1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).

Inpres ini sudah berjalan dan berupaya sebaik mungkin. Kendati demikian, masih perlu untuk ditingkatkan lagi untuk menguatkan inpres No.1 Tahun 2017 diterbitkan Permendagri No.41 Tahun tahun 2018.

Permendagri tersebut, tentang peningkatan koordinasi pemindahan dan pengawasan obat dan makanan daerah, satu di antaranya dengan pembentukan tim koordinasi.

"Kemendagri selalu melakukan pengawasan, apakah tim koordinasi melaksanakan tugasnya atau hanya berakhir di atas kertas saja, eksekusi nya perlu dilaksanakan revitalisasi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement