Kamis 15 Dec 2022 22:18 WIB

Mengapa Iblis akan Menggoda Umat Manusia dalam Kondisi Duduk?

Iblis akan menggoda manusia tanpa istirahat hingga mereka tersesat.

Rep: A Syalaby Ichsan / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi iblis. Iblis akan menggoda manusia tanpa istirahat hingga mereka tersesat
Foto: pxhere
Ilustrasi iblis. Iblis akan menggoda manusia tanpa istirahat hingga mereka tersesat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Jalan panjang manusia dalam meniti kehidupan tentulah banyak onak dan duri. Fitrah manusia untuk mengikuti kata hatinya agar menjalani kehidupan yang sesuai dengan petunjuk Allah SWT kerap diganggu godaan setan. 

Simaklah janji iblis kepada Allah SWT setelah diusir dari surga karena menolak sujud kepada Nabi Adam AS. 

Baca Juga

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

"Ia (iblis) berkata: 'Disebabkan karena Engkau telah menyesatkan saya, aku benarbenar akan duduk (menghadapi) mereka di jalan Engkau yang lebar lagi lurus. Kemudian, aku pasti akan mendatangi mereka dari depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur." (QS al-Araf ayat 16-17). 

Prof Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menjelaskan, kata "duduk" yang diungkapkan iblis dalam ayat tersebut menunjukkan kesungguhan sekaligus kesadaran akan kemampuannya. 

Menurut Quraish, setan memilih duduk dalam ucapannya yang bernada sumpah itu agar merasa senang. Ia ingin menggoda dan menjerumuskan manusia setiap saat tanpa letih atau bosan. 

Setan selalu awas dan aktif setiap saat. Penyebutan keempat arah iblis datang untuk menggambarkan dia menggunakan segala cara, tempat, dan kesempatan untuk menjerumuskan manusia. 

Untuk melawan godaan iblis, Allah SWT melalui Rasulullah SAW mensyariatkan kepada kita untuk membaca surat al-Fatihah setiap melakukan sholat. Dalam sehari, setidaknya kita membacanya 17 kali. 

Ada satu ayat dalam surat tersebut yang bermakna agar kita mendapatkan hidayah. "Ihdina as-shirath al-mustaqim." Pertanyaannya ialah apa yang dimaksud dengan ihdina al-shirath al-mustaqim? 

Secara tekstual, ayat keenam dari QS al-Fatihah itu berarti "tunjukkan kami jalan yang lurus". 

Ustaz Adi Hidayat dalam salah satu kajiannya membagi ayat ini menjadi dua bagian. Pertama yakni ihdhina. Dalam bahasa Arab, kalimat ini merupakan fi'il 'amr (kata perintah) yang berfungsi sebagai permohonan. Ihdhina berasal dari kata hidayah. Jamaknya disebut hudan. 

Menurut dia, hidayah tak sebatas mengandung satu makna. "Maknanya bisa satu, dua, tiga atau empat. Kalau semua (hidayah) dikumpulkan, maka menjadi jamak dan disebut dengan hudan," kata dia. 

Dia menjelaskan, Allah SWT menerangkan kepada seluruh hamba-Nya, permohonan utama seorang hamba adalah hidayah. Hidayah itu akan mengantarkan hamba kepada tingkat tertinggi dalam kehidupan. 

Secara bahasa, dia pun menjelaskan beberapa makna hidayah. Salah satunya, yakni adh-dhilalah. Artinya bimbingan Allah SWT lewat hati dengan lembut. 

Dia mengajak kita untuk sampai kepada kebenaran. Hidayah juga dimaknai sebagai semua bentuk kebajikan yang diharapkan.

Kesuksesan, kebahagiaan hingga rumah tangga tenang. Tidak hanya itu, hidayah bisa dimaknai dari sumbernya. Sumber hidayah yakni Allah SWT, Alquran, dan Rasulullah SAW. 

Hidayah bukanlah monopoli orang Muslim. Allah SWT memiliki otoritas pe nuh menentukan kepada siapa hidayah tersebut diberikan.  

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ ۖ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ ۚ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُضِلٍّ ۗ أَلَيْسَ اللَّهُ بِعَزِيزٍ ذِي انْتِقَامٍ

"Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab?" (QS az-Zumar ayat 36-37). 

Dalam menafsirkan ayat ini, Sayyid Qutb menjelaskan, Dia mengetahui siapa yang berhak menerima kesesatan lalu Dia menyesatkannya. Dan, Dia mengetahui siapa yang berhak menerima petunjuk lalu Dia menunjukkannya. Jika Dia telah memutuskan, tidak ada yang dapat mengubah apa yang dikehendaki-Nya. 

Hak ini yang harus kita raih agar layak mendapatkannya. Setelah meraihnya, dekaplah dia jangan sampai lepas. Sungguh mahal untuk bisa kembali ke kampung akhirat dengan status husnul khatimah.    

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement