REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim diketahui berperan besar dalam memicu terjadinya cuaca ekstrem, seperti suhu udara yang terlalu panas atau dingin. Siapa sangka, cuaca ekstrem ini ternyata bisa berdampak buruk bagi penderita penyakit jantung.
Dampak dari cuaca ekstrem terhadap risiko kematian akibat penyakit jantung ini diungkapkan dalam sebuah studi terbaru dalam jurnal Circulation. Selama studi berlangsung, tim peneliti menganalisis lebih dari 32 juta kasus kematian akibat masalah kardiovaskular yang terjadi dalam kurun waktu empat dekade. Kasus-kasus tersebut berasal dari berbagai negara di dunia.
Tim peneliti lalu menyoroti kasus kematian akibat penyakit kardiovaskular yang terjadi saat cuaca sangat panas dan sangat dingin. Kasus-kasus tersebut lalu dibandingkan dengan kasus kematian yang terjadi saat cuaca normal.
Hasil studi menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular, khususnya penyakit gagal jantung, tampak mengalami peningkatan ketika cuaca sedang sangat panas atau sangat dingin. Peningkatan kasus kematian terjadi secara bertahap di cuaca yang sangat dingin dan meningkat dengan lebih cepat ketika cuaca sangat panas.
Menurut analisis, peningkatan kasus kematian akibat penyakit kardiovaskular di cuaca sangat panas bisa mencapai 12 persen. Di sisi lain, tim peneliti juga mendapati bahwa cuaca sangat dingin tampak lebih berbahaya.
Berdasarkan data, cuaca sangat dingin berkaitan dengan peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik sebesar 33 persen. Cuaca tersebut juga berkaitan dengan peningkatan risiko kematian akibat strok iskemik sebesar 32 persen serta akibat gagal jantung sebesar 37 persen.
Berdasarkan temuan dalam studi terbaru ini, tim peneliti mengungkapkan bahwa cuaca sangat panas membuat kasus kematian akibat penyakit kardiovaskular bertambah 2,2 kasus kematian per 1.000 orang. Sedangkan cuaca sangat dingin membuat kasus kematian akibat penyakit kardiovaskular bertambah 9,1 kasus kematian per 1.000 orang.
"Menginvestigasi beban dari cuaca ekstrem mulai saat ini akan memungkinkan kita untuk memahami lebih jauh mengenai dampak perubahan iklim terhadap risiko kardiovaskular," jelas ketua tim peneliti dari Harvard TH Chan School of Public Health, Barrak Alahmad MD PhD, seperti dilansir WebMD, Kamis (15/12/2022).