REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PAN, Abdul Hakim Bafagih (AHB) menilai pemerintah lamban mengusut tragedi kematian ratusan anak pasien gangguan ginjal akut.
Menurut Hakim, pemerintah terkesan menganggap remeh kejadian Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).
"Pengusutan ratusan kasus ginjal akut ini terkesan ditutup-tutupi padahal jumlah anak yang meninggal sudah 202 orang,” ujar AHB, Jumat (15/12/2022).
Sebelumnya, Kamis (15/12/2022), Hakim mendengarkan langsung laporan hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI di Holding Room Komisi VI, Gedung Nusantara I, Jakarta.
“Kami telah menerima temuan dan rekomendasi dari BPKN. Komisi VI, khususnya Fraksi PAN, akan mengawal rekomendasi ini untuk dijalankan,” imbuh tokoh muda asal Dapil Jawa Timur VIII ini.
Dia bahkan tidak akan ragu untuk mendorong pembentukan Pansus DPR jika rekomendasi dari BPKN tidak dijalankan oleh pemerintah.
“Jumlah yang ketahuan itu kan 323 anak, bisa jadi data ini akan bertambah karena mungkin belum semuanya terdata atau ada yang tidak melaporkan,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan faktor risiko terbesar penyebab kematian pasien gangguan ginjal akut di Indonesia adalah keracunan senyawa kimia Etilon Glikol (EG) dan Dietilon Glikol (DEG) yang melebihi standar aman pada obat.
Karena itu AHB mengecam lambannya pemerintah dan industri farmasi memberikan kompensasi kepada para korban.
“BPKN telah memberikan rekomendasi, sebaiknya pemerintah dan industri farmasi, sebagai bentuk empati memberikan santunan atau ganti rugi bagi korban meninggal dunia, yang masih dirawat, maupun yang masih rawat jalan,” jelasnya.
Ia juga mendukung Polri untuk menindak tegas para pihak yang bertanggung jawab dan membuka akar masalahnya secara terang benderang kepada publik.
“Kami menuntut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertanggung jawab atas kejadian ini. Jika perlu, pejabat yang lalai mengundurkan diri atau diberhentikan dengan tidak hormat,” jelasnya.
Yang pasti, lanjut Hakim, sebagian besar masyarakat saat ini sangat ketakutan memberikan obat kepada anak-anak yang sakit demam karena trauma dengan obat-obatan sirup.
“Kalau pemerintah lambat, masyarakat yang akan menjadi korban karena mereka tidak percaya pada obat-obatan yang beredar,” ujar AHB.