REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu kewajiban dalam Islam bagi pemeluknya, yaitu mendirikan sholat 5 waktu. Namun, sebelum menunaikan ibadah tersebut, seorang Muslim diharuskan berwudhu, guna mencapai syarat sah sholat maupun ritual ibadah lainnya.
Air merupakan media tunggal yang digunakan untuk berwudu. Meskipun demikian, keadaan setiap orang tidaklah sama.
Hal ini disebabkan, kerap terjadi adanya kesulitan mengakses air maupun larangan menggunakannya bagi seseorang dengan alasan kesehatan. Lalu bagaimanakah bersuci dalam keadaan darurat?
Allah SWT telah memberikan petunjuk bagi mereka yang ingin berwudhu namun berada dalam keadaan tidak memungkinkan untuk menggunakan air, baik karena penyakit ataupun ketiadaannya yaitu dengan bertayamum.
Syaikh Wahbah al-Zuhaili dalam Kitab al-Fiqhu al-Islam menjelaskan terdapat ragam pendapat Ulama mengenai tayamum. Ulama Syafi’iyah berpendapat tayamum adalah menyampaikan debu hingga ke wajah dan dua tangan sebagai ganti wudhu, mandi, atau anggota dari keduanya, dengan syarat-syarat khusus.
Ulama Malikiyah berpendapat, tayamum merupakan praktik bersuci dengan debu yang mencakup mengusap wajah serta kedua tangan disertai niat.
Sedangkan, ulama Hanabilah berpendapat tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu suci dan dengan cara tertentu. (Kitab al-Fiqhu al-Islam, Juz 1, h. 560)
Mengenai tayamum, dalam Alquran Allah SWT berfirman di surat an-Nisa ayat 43:
.... ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا
“.... Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Mahapemaaf lagi Mahapengampun.”
Dalam tafsir Al-Jami’ lil Ahkamil Qur’an, Imam al-Qurthubi berpendapat, ayat di atas turun berkaitan dengan terlukanya sahabat Abdurrahman ibn Auf yang tidak bisa menggunakan air untuk bersuci. Di samping itu, tayamum merupakan cara bersuci yang hanya diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad.
Oleh karena itu, sebelum melakukan tayamum untuk bersuci, perlu pula mengetahui sebab-sebab kebolehan untuk melakukannya. Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin menjelaskan sebab-sebab diperbolehkannya tayamum:
مَنْ تَعَذَّرَ عَلَيْهِ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ لفقده بعد الطلب أو بمانع لَهُ عَنِ الْوُصُولِ إِلَيْهِ مِنْ سَبُعٍ أَوْ حَابِسٍ أَوْ كَانَ الْمَاءُ الْحَاضِرُ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ لِعَطَشِهِ أَوْ لِعَطَشِ رَفِيقِهِ أَوْ كَانَ مِلْكًا لِغَيْرِهِ وَلَمْ يَبِعْهُ إِلَّا بِأَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِ الْمِثْلِ أَوْ كَانَ بِهِ جِرَاحَةٌ أَوْ مَرَضٌ وَخَافَ مِنَ اسْتِعْمَالِهِ فَسَادَ الْعُضْوِ أَوْ شِدَّةَ الضنا فَيَنْبَغِي أَنْ يَصْبِرَ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ وَقْتُ الْفَرِيضَةِ
“Barang siapa yang kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya setelah berusaha mencari, maupun karena ada yang menghalangi, seperti takut hewan buas, sulit karena dipenjara, air yang ada hanya cukup untuk minim dirinya atau minum kawannya, air yang ada milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih mahal dari harga sepadan (normal), atau karena luka, karena penyakit yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau justru menambah rasa sakit akibat terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai masuk waktu fardhu.” (Kitab Ihya ‘Ulumiddin, Jilid 1, h. 222)
Demikianlah, tayamum merupakan salah satu cara yang ditawarkan oleh Alquran untuk bersuci dari hadas ketika dalam keadaan darurat. Oleh karena keadaan suci adalah syarat wajib dan sah nya suatu ibadah, maka mengetahui mengenai tayamum merupakan kewajiban bagi setiap Muslim.
Sumber: MUI