REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli hukum yang juga guru besar hukum pidana dari Universitas Jember, Profesor Arief Amrullah, mengatakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan DPR bersama Pemerintah mempunyai keunggulan dari KUHP sebelumnya. Keunggulan tersebut salah satunya tentang muatan keseimbangan.
"Ini yang membedakan dari KUHP yang lama, dan ini merupakan salah satu keunggulan KUHP baru," kata dia, Sabtu (17/12/2022).
Ia mengatakan materi hukum pidana nasional mengatur keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan individu, atau yang disebut dengan keseimbangan monodualistik. Artinya, selain memerhatikan segi objektif dari perbuatan, hukum pidana juga memerhatikan segi subjektif dari pelaku.
Berpangkal dari keseimbangan monodualistik tersebut KUHP nasional tetap mempertahankan asas yang paling fundamental dalam hukum pidana yaitu asas legalitas dan asas kesalahan. Asal legalitas ditujukan pada perbuatan dan asas kesalahan ditujukan pada orang atau pelaku.
"Masing-masing dari dua asas tersebut disebut dengan asas kemasyarakatan dan asas kemanusiaan," ujar dia.
Ia menjelaskan asas legalitas disebut asas kemasyarakatan dan asas kesalahan disebut asas kemanusiaan. Oleh karena itu, jangan sampai menghukum orang yang tidak bersalah.
"Kedua asas tersebut untuk mewujudkan keseimbangan antara unsur perbuatan dan sikap batin dari pelaku pidana," katanya.
Mengenai asas legalitas, KUHP baru memperluas perumusannya dengan mengakui berlakunya hukum yang hidup (hukum yang tidak tertulis) atau hukum adat. Perluasan asas legalitas tidak dapat dilepaskan dari pemikiran mewujudkan dan menjamin keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepastian hukum dan keadilan.
"Roh dari hukum itu adalah keadilan, jika kepastian hukum bermasalah maka kepastian itu yang direvisi," ucap dia.
Muatan keseimbangan lainnya yakni terkait perlindungan terhadap pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana. Dalam KUHP lama tidak ada mengatur tentang korban karena hanya pelaku.
Dalam KUHP lama ancaman hukuman tinggi terhadap pelaku seolah-olah memberikan perlindungan terhadap korban. Padahal, perlindungan tersebut belum secara nyata.
"Nah, ini yang tidak diatur dalam KUHP turunan Belanda. Dalam KUHP baru ini telah diatur misalnya bagaimana tanggung jawab pelaku terhadap korban," ujarnya.
Terakhir, KUHP baru memuat keseimbangan antara nilai nasional dan nilai universal. Menurutnya, perkembangan nilai universal tidak bisa dilepaskan sehingga instrumen-instrumen internasional juga harus beradaptasi.
"KUHP baru juga memuat keseimbangan antara HAM dan kewajiban HAM, jadi tidak sekadar menuntut hak tapi juga apa kewajiban. Ini yang berbeda dengan KUHP lama," tambah dia.