REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Santoso menyambut baik hadirnya Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan. Menurutnya, undang-undang tersebut membuat penegakan hukum semakin baik.
Sebagai langkah awal, ia mendorong pemerintah untuk menginventarisasi nama-nama buronan yang berada di Singapura. Khususnya, mereka yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.
"Pemerintah Indonesia harus pro-aktif dengan menginventarisir pelaku pidana yang melarikan diri ke Singapura untuk diadili di Indonesia. Terutama pelaku tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dengan tetap memproses pelaku tindak pidana lainnya," ujar Santoso saat dihubungi, Sabtu (17/12/2022).
Berdasarkan hasil kesepakatan antara Indonesia dan Singapura, terdapat 31 jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi. Di antaranya adalah tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
Ia sendiri memasang target selama enam bulan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Ekstradisi Indonesia-Singapura itu. Khususnya dalam memulangkan dan memproses pidana pelaku kejahatan yang selama ini menetap di sana.
"Jika dalam enam bulan pascadisahkannya UU tentang Ekstradisi ini tidak ada satupun yang ditangkap, maka UU ini layu sebelum berkembang," ujar Santoso.
"Ekspektasi rakyat terhadap UU ini sangat tinggi, karena selama ini para pelaku tindak pidana di Indonesia yang melarikan diri ke Singapura akan aman dan tidak dapat tersentuh dengan hukum Indonesia," sambung politikus Partai Demokrat itu.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Salah satu agendanya adalah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan atau Treaty Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives, menjadi undang-undang.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan, untuk meningkatkan efektivitas proses hukum terhadap pelaku tindak pidana yang melarikan diri ke luar wilayah Indonesia, maka diperlukan perjanjian kerja sama antarnegara mengenai ekstradisi buronan. Salah satunya dengan Singapura yang berbatasan langsung dengan Indonesia.
Pentingnya pembuatan kerja sama ekstradisi dengan Singapura tidak terlepas dari intensitas pergerakan warga negara yang tinggi. Hal tersebutlah yang menyebabkan Singapura kerap menjadi tujuan akhir atau tujuan transit pelaku kejahatan.
"Singapura kerap menjadi tujuan akhir atau tujuan transit pelaku kejahatan. Adanya kerja sama ekstradisi dengan Singapura akan memudahkan aparat penegakan hukum dalam menyelesaikan perkara pidana yang pelakunya berada di Singapura," ujar Yasonna dalam rapat paripurna, Kamis (15/12/2022).