REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memperingati Hari Pekerja Migran Sedunia ke-32 Tahun 2022 yang bertepatan setiap 18 Desember. Komnas HAM mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait peringatan tersebut.
Pertama, Komnas HAM merekomendasikan Pemerintah mengintegrasikan jaminan HAM dalam kebijakan yang dikeluarkan.
Komnas HAM juga ingin ada penerapan prinsip business and human rights terhadap perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia serta agensi di luar negeri atas tanggungjawab menghormati HAM Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Kedua, Pemerintah Indonesia diminta mengatur, menjamin dan mengimplementasikan hak untuk mendapatkan bantuan hukum bagi PMI yang merupakan bagian dari hak memperoleh keadilan dalam proses peradilan.
"Ketiga, mendorong Pemerintah Indonesia untuk membentuk tim kerja yang secara khusus menangani PMI dan anak-anak yang kehilangan kewarnegaraan di Malaysia," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah kepada wartawan, Ahad (18/12/2022).
Keempat, Komnas HAM mengusulkan membangun kerjasama yang strategis antara institusi-institusi negara yang berkewenangan dalam menangani permasalahan PMI serta menempatkan peran masyarakat sipil sebagai mitra kerja pemerintah dalam mengupayakan perlindungan PMI sesuai standar HAM.
Kelima, Komnas HAM mendesak pembenahan tata kelola permasalahan PMI secara komprehensif.
Keenam, membangun konsistensi mekanisme kontrol terhadap implementasi aturan terkait PMI untuk melihat efektivitas implementasi aturan tersebut bagi perlindungan PMI, termasuk membangun sistem monitoring atau pengawasan efektif terhadap perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI) dan agensi di luar negeri, atau majikan dan melaporkannya secara publik.
Ketujuh, Komnas HAM berharap ada pembenahan administratif yang bersifat kedaruratan, peningkatan fasilitas pelayanan dan penghapusan berbagai bentuk penyelewengan dalam memberikan perlindungan PMI.
Kedelapan, melakukan peningkatan kapasitas dalam memahami HAM agar prinsip dan nilai-nilai HAM terintegrasi di dalam setiap kegiatan yang dilakukan pelaksana kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Kesembilan, membangun standar kurikulum pendidikan pra migrasi yang berperspektif HAM, metode pembelajaran yang partisipatif dan mekanisme kontrol yang memadai," ucap Anis.