Senin 19 Dec 2022 12:51 WIB

Geng Penyelundup Manusia Diduga Berada di Balik Migrasi Ilegal Warga Gaza

Warga Gaza harus melalui rute berliku demi kehidupan yang baru di Eropa.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Para pelayat menghadiri pemakaman Mohammed al-Shaer, yang tenggelam di lepas pantai Tunisia, di Rafah, Jalur Gaza selatan, Minggu, 18 Desember 2022. Ribuan orang telah mengikuti pemakaman delapan pemuda Palestina yang tenggelam. pantai Tunisia hampir dua bulan lalu ketika mereka mencoba berlayar ke kehidupan baru di Eropa.
Foto: AP Photo/Fatima Shbair
Para pelayat menghadiri pemakaman Mohammed al-Shaer, yang tenggelam di lepas pantai Tunisia, di Rafah, Jalur Gaza selatan, Minggu, 18 Desember 2022. Ribuan orang telah mengikuti pemakaman delapan pemuda Palestina yang tenggelam. pantai Tunisia hampir dua bulan lalu ketika mereka mencoba berlayar ke kehidupan baru di Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Di balik ribuan orang yang menghadiri pemakaman para migran korban tenggelam, ada tambahan kemarahan dan keputusasaan atas kapal karam yang terjadi pada Oktober itu. Ketika migrasi berbahaya ke Eropa meningkat dalam beberapa tahun terakhir dari seluruh Timur Tengah, warga Palestina justru merasa sangat terdorong untuk migrasi dan menempatkan diri dalam bahaya dan rentan terhadap penyelundupan.

"Geng penyelundup manusia berada di balik perjalanan migrasi ilegal ini dan mereka mengeksploitasi para pemuda ini, meminta bayaran hingga 10 ribu dolar AS per orang. Ini adalah perjalanan kematian," kata pejabat Kementerian Luar Negeri Palestina Ahmad al-Deek.

Al-Deek mengatakan, jumlah total migran Palestina tidak diketahui. Para pemuda yang dimakamkan itu menyeberangi Mesir sebelum terbang ke Libya untuk menunggu berbulan-bulan agar bisa berlayar. Deek mengatakan penyelundup terkadang menenggelamkan kapal sendiri jika merasa terancam dan menipu orang tentang risikonya.

Tragedi itu kembali terjadi. Hal itu dialami Talal Al-Shaer yang beberapa bulan lalu meminta kedua putranya melakukan perjalanan yang aman saat berangkat dari Jalur Gaza melalui rute berliku yang diharapkan membawa ke kehidupan baru di Eropa. Mereka ingin merasakan bebas dari kemiskinan dan perang.

Al-Shaer ingat saat mengirim Muhammad untuk melakukan perjalanan dengan menghantarkan harapan. "Pergilah. Semoga Anda menemukan kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang bermartabat," ujarnya.

Tapi kapal yang membawa mereka menyeberangi Laut Mediterania dari Libya tenggelam segera setelah berangkat. Satu anak tenggelam, tubuhnya kembali, sedangkan yang lain menghilang.

Alih-alih membawa kabar bahagia kepada teman-teman tentang keberhasilan migrasi, Al-Shaer menerima belasungkawa pada Ahad (18/12/2022).

"Seluruh generasi hilang, menderita, blokade, pekerjaan langka, kesehatan mental yang buruk. Itulah yang mendorong mereka untuk bermigrasi," katanya menjelang pemakaman putranya bernama Mohammad yang jenazahnya dikembalikan bersama tujuh warga Palestina lainnya. .

Terdapat tiga orang lainnya, di antaranya putra Al-Shaer bernama Maher masih hilang.

Sebanyak 2,3 juta orang Gaza tidak asing dengan kesulitan, setelah beberapa dekade perang dengan Israel ditambah pengekangan ekonomi membuat kelaparan, hingga perpecahan antara faksi-faksi Palestina. Menurut Bank Dunia, pengangguran di Gaza mencapai sekitar 50 persen dan lebih dari separuh penduduknya hidup dalam kemiskinan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement