Senin 19 Dec 2022 17:18 WIB

Sindir Saksi Kasus Helikopter AW-101, Hakim: Tiap Jadwal Sidang Sakit

Hakim menilai panggilan paksa sudah bisa diterapkan pada eks KSAU Agus Supriatna.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Kasus Korupsi Pengadaan Heli AW-101
Foto: infografis republika
Kasus Korupsi Pengadaan Heli AW-101

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim ketua Djumyanto mengeluarkan sindiran keras dalam sidang kasus pengadaan helikopter angkut AW-101 untuk TNI AU dengan terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway. Sebab para saksi di sidang ini tidak pernah berhasil dipanggil jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Saksi yang disindir yaitu Ketua Panitia Pengadaan Helikopter Angkut, Fransiskus Teguh Santosa dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Heribertus Hendi Haryoko sudah berkali-kali dipanggil KPK. Keduanya beralasan sakit seperti dalam sidang pada 5 Desember. Keduanya pun tak mau memberi keterangan melalui sidang virtual.

Baca Juga

"Kalau tiap jadwal sidang sakit, itu sakitnya musiman. Tapi apa boleh buat inilah risiko panggilan kita formalitas memang harus dipenuhi," kata Djumyanto dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (19/12/2022).

Djumyanto menyinggung saksi lainnya yaitu mantan KSAU TNI Agus Supriatna dan eks Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAU TNI AU Supriyanto Basuki yang tak ada kabarnya. Khusus untuk Agus, KPK mengaku sebenarnya sudah mengirim panggilan kepada tim kuasa hukumnya tapi ditolak. Djumyanto menyebut panggilan paksa mestinya dapat dilakukan kepada keduanya.

"Kalau sudah terpenuhi alasan sah panggilan kan sudah dipanggil paksa saja, dan kalau sudah warga sipil lakukan sesuai UU yang ada. Tapi kembali kepada penuntut umum sebagai pihak yang menghadirkan saksi kita kasih kesempatan satu Minggu lagi ya," ujar Djumyanto.

Djumyanto lantas mengingatkan para saksi dalam kasus ini untuk segera memenuhi panggilan. Sebab menjadi saksi merupakan kewajiban yang mesti dipenuhi warga negara Indonesia.

"Majelis sebenarnya sudah menyampaikan menjadi saksi kan kewajiban, substansinya sudah tahu," ujar Djumyanto.

Djumyanto menyebut syarat formalitas pemanggilan saksi sebenarnya sudah dipenuhi oleh Jaksa KPK. Namun sebagian saksi memilih dalih sakit ketika ingin dihadirkan di muka sidang.

"Persoalan formalitas menurut penuntut KPK sudah dipenuhi, berulang kali tiap kali sidang selalu alasan sakit, ini akan menjadi preseden berikutnya," ujarnya.

Djumyanto menegaskan hanya akan menunggu kehadiran para saksi pada sidang berikutnya. "Yang hadirkan saksi kan KPK, kalau sampai di sidang tidak bisa hadir ya apa boleh buat majelis tidak akan mencari-cari saksi kesana kemari," ujar Djumyanto.

Sebelumnya, kasus ini bermula dari TNI AU yang mendapat tambahan anggaran Rp 1,5 triliun dimana salah satu peruntukkannya bagi pengadaan helikopter VIP/VVIP Presiden senilai Rp 742 miliar pada 2015. Irfan didakwa salah satunya memperkaya eks KSAU Agus Supriatna lewat dana komando sebesar Rp 17,7 miliar.

Sehingga Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement