Senin 19 Dec 2022 18:14 WIB

MA Didesak Lebih Terbuka dan Libatkan KY untuk Awasi Hakim

Mafia peradilan bisa dilihat dari putusan yang mengandung kejanggalan.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan keterangan saat konferensi pers penahanan tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022). KPK melakukan penahanan terhadap Hakim Agung Gazalba Saleh setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan suap penanganan perkara di lingkungan Mahkamah Agung yang  juga menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Sementara, guna memenuhi kebutuhan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap Gazalba Saleh selama 20 hari pertama mulai 8-27 Desember 2022 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan keterangan saat konferensi pers penahanan tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022). KPK melakukan penahanan terhadap Hakim Agung Gazalba Saleh setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penerimaan suap penanganan perkara di lingkungan Mahkamah Agung yang juga menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Sementara, guna memenuhi kebutuhan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap Gazalba Saleh selama 20 hari pertama mulai 8-27 Desember 2022 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman mendesak Mahkamah Agung (MA) membuka diri soal pengawasan kinerja anggotanya. Hal ini karena sejumlah hakim agung, hakim yustisial, dan pegawai MA ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap penanganan perkara.

Menurut Zaenur, MA perlu melibatkan pihak eksternal untuk pengawasan, khususnya dari Komisi Yudisial (KY). "Kita melihat selama ini MA terlihat ada resistensi terhadap pengawasan dari KY. Misalnya dengan mengatakan bahwa pengawasan itu tidak bisa masuk kepada substansi perkara," kata Zaenur saat dihubungi Republika.co.id, Senin (19/12/2022).

Baca Juga

"Padahal kita tahu, kejanggalan-kejanggalan judicial corruption, mafia peradilan itu bisa dilihat salah satunya dari putusan yang itu mengandung kejanggalan-kejanggalan, tetapi kalau itu ditolak, dianggap bahwa itu akan mempengaruhi independensi hakim, ya menurut saya selama itu tetap ditolak, maka pihak pengawas eksternal itu akan selalu mengalami hambatan," imbuhnya.

Selain melibatkan KY, menurut Zaenur, DPR dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku pembentuk undang-undang juga perlu segera memercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait jabatan hakim. Dia menilai, hal ini sangat penting dilakukan karena dalam RUU itu mengatur mengenai rekruitmen, pembinaan, pengawasan, kesejahteraan, kedudukan hakim di dalam ketatanegaraan, dan status hakim secara lengkap.