REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh meminta PBB mengerahkan stafnya untuk berpatroli di wilayah pendudukan Tepi Barat. Patroli ini dibutuhkan karena meningkatnya jumlah serangan pemukim dan penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh pasukan keamanan Israel terhadap warga Palestina.
Shtayyeh mengungkapkan permintaan ini setelah dua bersaudara Palestina, Mohammad dan Muhannad Yousef Muteir dari kamp pengungsi Qalandia di Yerusalem, tewas pada Sabtu (17/12/2022). Keduanya meninggal dunia ketika seorang pemukim Israel menabrak mereka. Sebuah mobil yang dikemudikan seorang pria Israel berusia 50 tahun menabrak kendaraan milik dua bersaudara yang sedang parkir di pinggir jalan.
“Mengingat eksekusi di luar hukum di jalan-jalan dan meningkatnya jumlah serangan teroris oleh pasukan dan tentara Israel, kami menyerukan kepada tim PBB untuk mengerahkan patroli di jalan dan di daerah yang mungkin digunakan pemukim untuk menargetkan warga Palestina," kata Shtayyeh dalam rapat kabinet mingguannya di Ramallah, dilaporkan kantor berita Wafa, Senin (19/12/2022).
Shtayyeh mengatakan, PBB memiliki lebih dari 400 kendaraan dan lebih dari 1.000 staf yang dapat dilatih sebagai pemantau untuk mengamati dan mendokumentasikan tindakan tentara dan pemukim Israel. Selama beberapa bulan terakhir, terjadi peningkatan serangan Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat. Termasuk kekerasan oleh para pemukim yang kadang-kadang berbalik melawan pasukan Israel.
Tahun ini lebih dari 150 warga Palestina tewas, termasuk 33 anak-anak di wilayah pendudukan Tepi Barat. Menurut PBB, peristiwa ini menjadikan 2022 sebagai tahun paling mematikan bagi warga Palestina di Tepi Barat sejak 2005.
Dalam pidatonya, Shtayyeh menolak tawaran Perdana Menteri Israel terpilih Benjamin Netanyahu agar Palestina pemerintahan sendiri namun keamanan tetap dipegang oleh Israel. Shtayyeh mengatakan, pernyataan Netanyahu melanggar hak Palestina untuk mendirikan negara yang merdeka. Hak tersebut telah dicapai melalui pengorbanan besar dan didukung oleh resolusi internasional.
"(Perjuangan) itu tidak dapat dilepaskan dengan pernyataan atau oleh seorang pejabat Israel. Orang-orang kami tidak akan menghentikan perjuangan sah mereka sampai mereka memulihkan hak-hak mereka dan mendirikan negara berdaulat yang merdeka, dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," kata Shtayyeh.