Rabu 21 Dec 2022 01:06 WIB

Korsel Didesak Bersiap Hadapi Varian Covid-19 Baru dari China

Korsel terpengaruh pertama kali jika varian baru China muncul.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
 Seseorang menunggu di lorong klinik demam di Rumah Sakit Puren di Beijing, Rabu, 14 Desember 2022. Pakar medis Korea Selatan (Korsel) pada Selasa (20/12/2022) mengatakan, negara tersebut harus bersiap menghadapi kemungkinan masuknya varian virus korona baru dari China.
Foto: AP/Dake Kang
Seseorang menunggu di lorong klinik demam di Rumah Sakit Puren di Beijing, Rabu, 14 Desember 2022. Pakar medis Korea Selatan (Korsel) pada Selasa (20/12/2022) mengatakan, negara tersebut harus bersiap menghadapi kemungkinan masuknya varian virus korona baru dari China.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pakar medis Korea Selatan (Korsel) pada Selasa (20/12/2022) mengatakan, negara tersebut harus bersiap menghadapi kemungkinan masuknya varian virus korona baru dari China. Kebijakan pelonggaran dan pembukaan kembali Beijing dinilai dapat memicu mutasi virus yang tinggi.

Pakar penyakit menular Korsel memandang bahwa pelonggaran pembatasan Covid-19 di China telah menciptakan lingkungan yang sempurna bagi virus untuk bermutasi. Ia memperingatkan bahwa jika varian baru muncul, Korea akan menjadi salah satu negara pertama yang terpengaruh.

Baca Juga

"Seperti yang terlihat dari kasus varian Delta dan Omicron sebelumnya, strain baru muncul di daerah dengan cakupan vaksinasi yang rendah dan lonjakan infeksi yang tiba-tiba," kata spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Guro Universitas Korea, Kim Woo-joo dikutip laman Korea Times, Rabu.

Varian Delta di India pada 2020 dan Omicron di Afrika Selatan pada 2021. Secara resmi, lebih dari 90 persen orang dewasa di China telah menerima vaksinasi primer mereka. Tingkat vaksinasi penguat atau booster mencapai hampir 60 persen. Kurang dari separuh lansia berusia di atas 80 tahun telah menerima booster.

Kendati begitu Kim menunjukkan bahwa angka-angka ini tidak berarti populasinya cukup diimunisasi, mengingat vaksin yang digunakan di China, yaitu Sinopharm dan Sinovac menunjukkan efektivitas 50 hingga 80 persen terhadap virus asli, tetapi bukan varian Omicron.

"Ditambah lagi, tindakan penguncian yang ketat yang dilakukan hingga saat ini mungkin telah menghilangkan kekebalan alami populasi," katanya.

Setelah pemerintah China melonggarkan strategi nol-Covid selama bertahun-tahun awal bulan ini, negara tersebut saat ini sedang menghadapi wabah pandemi terbesar di dunia. Beberapa ilmuwan memproyeksikan China akan melihat hingga satu juta kematian selama beberapa bulan ke depan jika pihak berwenang gagal meratakan kurva.

Meskipun skala pergerakan manusia antara Korea dan China belum sepenuhnya kembali ke tingkat sebelum Covid-19, sekitar 250 ribu turis China mengunjungi Korea dari Agustus hingga Oktober tahun ini, menurut data dari Organisasi Pariwisata Korea. Angka itu diperkirakan akan meningkat karena pemerintah China diperkirakan akan melonggarkan pembatasan perjalanan lebih lanjut.

Sedangkan untuk Korea, saat ini tidak ada pembatasan terkait Covid bagi para pendatang berkewarganegaraan asing terlepas dari riwayat vaksinasi atau kebangsaan. Di Korsel wisatawan juga tidak diwajibkan tes PCR pada saat kedatangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement