REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) tetap menyesalkan kebijakan impor beras yang diambil pemerintah dengan dalih menambah stok cadangan beras pemerintah atau CBP di Bulog. Dibukanya kembali keran impor beras untuk konsumsi dinilai menjadi bukti lemahnya pengelolaan cadangan pangan.
"Bulog sebagai badan yang berperan mengurusi cadangan pangan nasional lemah dalam perencanaan dan tidak menjalankan peran dan fungsinya," kata Ketua Umum SPI, Henry Saragih, melalui pernyataan tertulisnya, Selasa (20/12/2022).
Henry menegaskan, alasan Bulog mengimpor beras karena ketersediaan beras dalam negeri yang tidak ada karena Bulog tidak membeli gabah petani secara optimal di bulan-bulan panen besar atau panen raya pada periode Maret-Juni lalu.
"Yang mereka bilang tidak ada ketersediaaan itu kan di bulan Oktober - Desember ini yang sedang panen kecil. Jadi memang sedikit gabahnya dan harganya cenderung di atas harga yang sanggup dibeli Bulog. Di bulan-bulan sekarang ini seharusnya Bulog bukan membeli gabah tapi mengeluarkan cadangan gabah atau berasnya," katanya menambahkan.
Henry mengatakan, Presiden harus memberikan peringatan secara tegas terhadap Bulog yang lalai untuk jalankan tugasnya mengisi gudang-gudang cadangan panga.
Henry menjelaskan, ketika panen besar tahun ini, panen petani melimpah, hal ini sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Ini juga diperkuat dengan data di SPI sendiri yang menunjukkan ketika panen raya kemaren harga gabah jatuh.
"Mirisnya Bulog kurang berperan beli gabah pada saat itu. Kalau Bulog tidak berubah, harga gabah akan jatuh lagi ketika panen besar tahun depan nanti," ujar dia.
Ia mencatat, tahun lalu ketika Indonesia tidak membuka impor beras, harga gabah jatuh dan tidak diserap optimal oleh Bulog. Harga gabah dan beras, saat panen raya terakhir hanya berkisar Rp 3.000-Rp 3.500 atau jauh di bawah HPP yang Rp 4.200.
Henry pun meminta Badan Pangan Nasional menghadap presiden, meminta agar dikeluarkan Perpres tentang cadangan pangan nasional, bukan hanya cadangan pangan pemerintah.
"Belum ada Perpres yang mengatur cadangan pangan yang ada di masyarakat, di pemda seperti di provinsi dan kabupaten, seharusnya dikeluarkan Perpresnya," katanya.
Henry juga meminta pemerintah untuk memperkuat Bulog sebagai lembaga yang menjadi penyangga pangan dan punya kapasitas untuk membeli gabah langsung ke petani ke koperasi petani, bukan membeli gabah ke perusahaan-perusahaan perantara yang ada di desa.
"SPI juga meminta pemerintah mengoreksi harga acuan sekarang karena sudah tidak relevan, akibat kenaikan BBM, pupuk, dan biaya hidup. Kalkuasi kami harga acuan gabah di Rp 5.600 per Kg," sarannya.
Henry juga menyarankan agar pemerintah melalui Kementerian Pertanian untuk memperkuat koperasi petani, membentuk koperasi-koperasi petani, tidak bisa hanya mengandalkan kelompok-kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan).
"Poktan dan Gapoktan bukan lembaga ekonomi petani, lebih ke lembaga pendidikan, bukan lembaga usaha. Terbatas jumlahnya poktan yang punya rice milling, pengeringan gabah, perusahaan pemasaran pembelian gabah," kata dia.
Pemerintah akhirnya merealisasikan rencana impor beras sebanyak 200 ribu ton hingga akhir tahun ini dengan dalih menambah stok cadangan beras pemerintah (CBP). Kemudian dilanjutkan 300 ribu ton pada awal 2023.
Hingga Senin (19/12/2022), sebanyak 20 ribu ton beras dari Vietnam berdasarkan informasi dari Bulog telah masuk ke Indonesia. Adapun beras impor tersebut dibeli dengan harga Rp 8.800 per kilogram sehingga, total biaya importasi ini diperkirakan mencapai Rp 4,4 triliun.