Selasa 20 Dec 2022 20:08 WIB

Muhammadiyah Pertanyakan Validitas Data Alasan Impor Beras

Kebijakan impor beras diminta tidak merugikan petani.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas bersama Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun, Ustaz Adi Hidayat (dari kiri ke kanan) memberikan sambutan di Jakarta, Senin (24/5). Ustaz Adi Hidayat menyerahkan donasi sebesar Rp 14 Milyar untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia Hebron Palestina melalui MUI yang selanjutnya langsung diserahkan kepada Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun sebagai wujud bantuan kemanusiaan dan dukungan seluruh bangsa Indonesia bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas bersama Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun, Ustaz Adi Hidayat (dari kiri ke kanan) memberikan sambutan di Jakarta, Senin (24/5). Ustaz Adi Hidayat menyerahkan donasi sebesar Rp 14 Milyar untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia Hebron Palestina melalui MUI yang selanjutnya langsung diserahkan kepada Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun sebagai wujud bantuan kemanusiaan dan dukungan seluruh bangsa Indonesia bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah yang kembali menerapkan kebijakan untuk impor beras dengan alasan untuk mencukupi cadangan beras pemerintah (CBS) dipertanyakan banyak pihak. Salah satunya oleh Muhammadiyah yang meragukan perkiraan pemerintah soal CBS tidak mencukupi sampai akhir tahun.

Pemerintah telah mengimpor sebanyak 200 ribu ton beras. Barang impor tersebut sudah sampai di Tanjung Priok pada Jumat (16/12/2022). Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas mempertanyakan sumber data kebutuhan beras dalam negeri. Pasalnya sampai data yang kerap dirilis oleh instansi pemerintah sering berbeda.

Baca Juga

“Pertanyaannya betulkah produksi dalam negeri tidak mencukupi sehingga harus mengimpor. Kalau memang tidak mencukupi, itu datanya dari mana, apakah dari Kemendag, Bulog, Kementan atau BPS,” ujar Abbas, Selasa (20/12/2022).

Rujukan data yang jelas, imbuhnya, diharapkan akan menekan adanya tafsir liar dan menambah persoalan dalam negeri. Selain itu, saat ini juga sedang mendekati tahun politik, maka kebijakan yang diambil harus tepat.

“Hal ini perlu dijelaskan oleh pemerintah karena kalau tidak maka hal ini bisa menimbulkan berbagai tafsiran dan masalah karena negeri ini sebentar lagi akan memasuki tahun politik,” imbuhnya.

Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup berharap kebijakan yang diambil oleh pemerintah jangan sampai merugikan petani dalam negeri.

“Jika pemerintah tetap mengimpor maka hal demikian tentu jelas akan memukul kehidupan petani di negeri ini yang jumlahnya sangat banyak karena jatuhnya harga dan atau beras mereka tidak laku karena masyarakat lebih memilih membeli beras impor,” tegasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement