Rabu 21 Dec 2022 05:46 WIB

China Hadapi Kemungkinan Munculnya Subvarian Baru Omicron

China terus berupaya mengandalkan langkah pencegahan dan pengendalian.

 Warga berjalan di dekat klinik demam tertutup di sebuah rumah sakit di Beijing, Ahad, 11 Desember 2022. Menghadapi lonjakan kasus COVID-19, China menyiapkan fasilitas perawatan intensif dan berusaha memperkuat rumah sakit saat Beijing menghentikan anti-virus kontrol yang mengurung jutaan orang di rumah mereka, menghancurkan pertumbuhan ekonomi dan memicu protes.
Foto: AP/Andy Wong
Warga berjalan di dekat klinik demam tertutup di sebuah rumah sakit di Beijing, Ahad, 11 Desember 2022. Menghadapi lonjakan kasus COVID-19, China menyiapkan fasilitas perawatan intensif dan berusaha memperkuat rumah sakit saat Beijing menghentikan anti-virus kontrol yang mengurung jutaan orang di rumah mereka, menghancurkan pertumbuhan ekonomi dan memicu protes.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Jajaran elite Partai Komunis China (CPC) dan departemen terkait sedang membahas berbagai langkah strategis dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19 terkini yang kemungkinan berasal dari subvarian baru Omicron. Rangkaian kebijakan baru pun telah disiapkan.

"Komite Sentral CPC dan Dewan Pemerintahan telah mengeluarkan keputusan agar departemen terkait mengimplementasikan 20 kebijakan dan 10 kebijakan baru dalam menghadapi kasus tersebut," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Mao Ning di Beijing, Selasa.

Baca Juga

Pernyataan tersebut untuk menanggapi pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat bahwa meluasnya COVID-19 di China kemungkinan disebabkan oleh subvarian baru yang perlu diwaspadai oleh negara-negara lain.

"Di bawah kepemimpinan kuat Komite Sentral CPC dan solidaritas seluruh bangsa serta sistem perawatan medis yang sudah teruji, kami akan mampu melewati puncak infeksi ini," kata Mao dalam pengarahan pers rutin.

Menurut dia, dalam perkembangan terbaru COVID-19, China terus mengoptimalkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian agar bisa mencapai keseimbangan antara pencegahan dan pengendalian pandemi serta pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat.

Selama hampir tiga tahun terakhir, lanjut dia, pemerintahannya telah mengutamakan nyawa manusia dalam merumuskan kebijakan antipandemi COVID-19 sesuai dengan realitas yang ada.

Dalam tiga tahun terakhir itu pula, sebut dia, kebijakan antipandemi di China telah mampu memberikan perlindungan maksimal bagi kehidupan dan kesehatan masyarakat, meminimalkan dampaknya terhadap pembangunan sosial ekonomi, dan mempelajari virus secara ilmiah. "Kami telah mencapai hasil yang paling efektif dengan biaya minimum. Saat ini, kami menyesuaikan langkah-langkah tanggap COVID agar seimbang dengan pembangunan sosial ekonomi," ucap Mao.

Subvarian Omicron baru yang memicu lonjakan kasus terkini di China itu diyakini sebagai BF.7.

Pakar infeksi saluran pernapasan atas terkemuka di China Prof Zhong Nanshan sebelumnya menjelaskan bahwa BF.7 yang ditemukan di Beijing dan Baoding, Provinsi Hebei, tersebut merupakan hasil mutasi subvarian BA.5.2.

Menurut dia, dampak Omicron tidak separah varian Delta karena 99 orang yang terinfeksi Omicron dapat sembuh dalam jangka waktu tujuh hingga sepuluh hari sehingga kebijakan pelonggaran antipandemi COVID-19 di China yang mulai berlaku secara bertahap sejak 7 Desember lalu sudah tepat.

Menghadapi kemungkinan puncak lonjakan kasus COVID-19 selama musim kepadatan mudik Tahun Baru Imlek pada Januari-Februari 2023, sejumlah pemerintah daerah di China telah menambah ruang perawatan intensif (ICU) agar bisa menampung pasien COVID-19 lebih banyak lagi.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement