REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembiayaan syariah diproyeksi terdampak karena perlambatan ekonomi global. Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan bahwa kondisi pembiayaan syariah diperkirakan tidak akan banyak terdampak oleh resesi global.
Menurutnya, Indonesia diuntungkan oleh tingginya harga barang-barang komoditas sehingga membantu pulihnya ekonomi seiring meredanya pandemi Covid-19. Dengan kondisi tersebut, Piter memprediksi permintaan terhadap pembiayaan bank syariah akan tumbuh secara berkelanjutan pada tahun depan.
"Seharusnya bank-bank syariah mampu memacu pertumbuhan kreditnya lebih tinggi," dalam dalam keterangan, Rabu (21/12/2022).
Sementara itu, pada tahun ini bank syariah telah membuktikan ketangguhannya dengan mesin pembiayaan yang tumbuh di atas rata-rata industri. Bank Indonesia (BI) menyatakan pertumbuhan pembiayaan bank syariah mencapai 19,0 persen secara tahunan (yoy) hingga September 2022.
Nilai ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit perbankan yang hanya naik 11,0 persen (yoy) pada periode yang sama. Tahun depan, BI memproyeksi pertumbuhan kredit bisa mencapai 10-12 persen.
Maka dari itu, perbankan syariah perlu memperkuat permodalan untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu agenda Bank Syariah Indonesia untuk rights issue akan menjadi motor bagi pertumbuhan pembiayaan syariah nasional.
Piter mengatakan, perbankan syariah telah terbukti lebih tangguh menghadapi dampak dari krisis keuangan global. Hal itu juga dinilai akan menarik dana asing masuk ke pasar modal Indonesia.
Pembiayaan BSI hingga kuartal III 2022 tercatat mencapai Rp 199,82 triliun, tumbuh 22,35 persen (yoy) dan menempati posisi keenam nasional. Sementara, pembiayaan perbankan syariah per Agustus 2022 mencapai Rp 462,34 triliun.
Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip menambahkan, BSI adalah satu diantara sekitar 14-15 perusahaan yang akan IPO dan rights issue pada akhir tahun ini. BSI (BRIS) yang akan melakukan rights issue disebut bisa menarik dana asing di akhir tahun.
"Beberapa 'Big Name' seperti BTN dan BSI akan melantai di bursa menjelang tutup tahun 2022, dan ini punya potensi untuk menarik inflow dari luar negeri," kata Sunarsip.
Ia menilai bank yang memiliki modal di atas Rp 16 triliun seperti BSI dalam aktivitas pasar modal sangat penting. Hal ini akan menstimulus sikap confidence investor asing terhadap pasar modal dan pasar keuangan Indonesia.