REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sepakat mengenai ide pembaruan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebab, Komnas HAM mengamati KUHAP saat ini cenderung minim pemenuhan hak korban.
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai mengkritisi KUHAP yang menjadi pedoman dalam sistem peradilan pidana di Tanah Air. Ia meyakini KUHAP dibuat tak sekedar untuk mengatur mekanisme dan tata cara peradilan pidana, melainkan juga untuk menghormati dan melindungi hak tersangka, terdakwa, saksi, korban, justice collaborator.
"Sayangnya KUHAP tertinggal dalam pemenuhan hak tersebut. Maklum karena KUHAP dibuat tahun 1981 tentu sudah cukup lama hampir setengah abad," kata Semendawai dalam diskusi virtual mengenai KUHAP yang digelar ICJR pada Kamis (22/12/2022).
Semendawai mengakui temuan ICJR soal KUHAP yang belum akomodasi kepentingan korban. Pasalnya, KUHAP diprioritaskan dengan orientasi mencari alat bukti guna temukan kesalahan tersangka.