REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua perkara terkait dengan dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan perkara obstruction of justice hingga kini masih terus bergulir. Sederet anggota Polisi pun ikut terseret dalam dua perkara ini.
Dalam pengusutan perkara ini, Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti menilai jika sederet anggota yang diproses untuk duduk di kursi pesakitan sidang menjadi bukti keterbukaan dan kesolidan Polri.
"Kami menilai Polri telah profesional dalam melakukan lidik sidik kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Almarhum Yosua," kata Poengky lewat pesan singkat, Kamis (22/12/2022).
Menurutnya, dengan keterbukaan pengusutan memakai scientific crime investigation dengan metode pendekatan penyidikan dengan mengedepankan berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
"Dengan dukungan scientific crime investigation," ujarnya.
Senada dengan itu, Prof Hibnu Nugroho sebagai Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menilai jika pengusutan kasus ini telah menjadi atensi masyarakat hingga Presiden Joko Widodo.
"Iya karena sebagai keterbukaan karena ini sudah mendapat atensi publik atensi masyarakat presiden juga sudah mengatakan seperti itu," kata dia.
Sehingga, lanjut Hibnu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun sampai telah memerintah agar kasus diusut secara tuntas dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
"Bahkan Kapolri, menyatakan pengungkapan dengan scientific crime investigation jadi sudah all out. Sebagai bentuk pembelajaran semua dan sebagai bentuk keterbukaan polri tidak ada yang ditutupi, tanpa melihat pangkatnya," katanya.
Adapun dalam perkara ini Ferdy Sambo sebagai mantan jenderal Bintang Dua selaku Kadiv Propam Polri, telah terseret dalam dua perkara tersebut.
Bersamaan dengan terdakwa lainnya, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Kuat Maruf, Ricky Rizal alias Bripka RR perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan pidana paling berat sampai hukuman mati.
Termasuk dengan perkara dugaan obstruction of justice mulai dari Hendra Kurniawan, Agus Nur Patria, Baiquni Wibowo, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto.
Didakwa Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.