REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia menyoroti keputusan Jepang meningkatkan anggaran belanja pertahanannya hingga mencapai 320 miliar dolar AS. Moskow menilai, peningkatan itu belum pernah terjadi sebelumnya dan berpotensi meningkatkan ketegangan di kawasan Asia Pasifik.
“Kami menyoroti bahwa Jepang menyetujui teks yang diperbarui dari tiga dokumen doktrinal pada 16 Desember: Strategi Keamanan Nasional, Strategi Pertahanan Nasional, dan Rencana Pembangunan Pertahanan. Konten mereka dengan jelas menunjukkan bahwa pejabat Tokyo mengambil jalan untuk meningkatkan kekuatan militernya sendiri yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk perolehan potensi serangan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Kamis (22/12/2022).
Dia menilai, dengan peningkatan anggaran pertahanan itu, Jepang siap meninggalkan kebijakan pasifismenya di bidang militer pasca berakhirnya Perang Dunia II. “Ini adalah penolakan terang-terangan oleh pemerintahan (Perdana Menteri Jepang) Fumio Kishida terhadap pembangunan damai negara, yang terus menerus dideklarasikan oleh generasi politisi sebelumnya, dan kembali ke rel militerisasi yang tak terkendali,” ucap Zakharova.
Zakharova menjelaskan, keputusan Jepang meningkatkan anggaran pertahanan hingga dua persen dari produk domestik bruto (PDB) dilakukan saat situasi ekonomi negara tersebut nyaris tak stabil. “Ini sekali lagi menggarisbawahi bahwa dalam mengimplementasikan ambisi militernya, pemerintahan Fumio Kishida siap untuk melangkah jauh melampaui rencana yang dicanangkan pada tahap saat ini, langsung bergabung dengan permainan geopolitik Amerika Serikat (AS),” katanya.
Ia menekankan, keputusan Jepang meningkatkan anggaran pertahanan akan memprovokasi tantangan keamanan baru serta memicu eskalasi ketegangan di kawasan Asia Pasifik. “Kami melihat pemahaman yang sama dalam reaksi tajam negara-negara tetangga terhadap pergantian doktrin militer Jepang saat ini,” ujarnya.
Dengan peningkatan anggaran pertahanan tersebut, Jepang menjadi pembelanja militer terbesar ketiga di dunia setelah AS dan China. Terdapat beberapa alasan yang diyakini menjadi alasan Jepang mengambil keputusan itu. Pertama keprihatinannya atas invasi Rusia ke Ukraina. Tokyo dianggap melihat hal itu sebagai preseden yang akan mendorong China menyerang Taiwan.